66 Ton Makanan Dibuang Setiap Detik sampai 2030
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Limbah makanan setiap tahun akan bertambah sepertiga dalam 12 tahun, yang berarti sampai 2030 sebanyak 66 ton makanan akan hilang atau dibuang setiap detik, demikian satu laporan baru.
"Sampai 2030 limbah dan hilangnya makanan per tahun akan mencapai 2,1 miliar ton dengan nilai 1,5 triliun dolar AS (Rp 2185 triliun)," kata laporan tersebut, yang disiarkan pekan ini.
Laporan itu, yang ditulis oleh satu perusahaan Amerika yang bernama Boston Colsulting Group, memperingatkan reaksi global terhadap limbah makanan terkotak-kotak, dan tidak memadai, dan masalah tersebut berkembang dengan tingkat yang mengkhawatirkan.
"Setiap tahun, 1,6 miliar ton makanan dengan nilai 1,2 triliun dolar AS (Rp 1748 triliun), hilang atau mengalir ke tempat limbah," kata laporan itu.
"Dan masalah ini terus berkembang," katanya.
"Volume makanan yang hilang dan menjadi limbah akan naik 1,9 persen per tahun dari 2015 sampai 2030, sementara nilai dolar akan naik 1,8 persen," kata laporan tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua pada Sabtu (25/8) pagi.
Sementara di negara berkembang limbah terjadi selama proses produksi, di negara maju kebanyakan limbah dihasilkan oleh pengecer dan konsumen, yang sering kali membeli terlalu banyak makanan, atau makanan yang tidak memenuhi standar estetika, kata laporan itu.
Buah-buahan dan sayuran, ditambah akar dan umbi-umbian memiliki tingkat pemborosan tertinggi dari makanan apa pun. Kerugian dan limbah makanan kuantitatif global per tahun adalah sekitar 30 persen untuk sereal, 40-50 persen untuk tanaman akar, buah-buahan, dan sayuran, 20 persen untuk biji minyak, daging, dan susu ditambah 35 persen untuk ikan.
Makanan yang saat ini hilang atau terbuang di Amerika Latin dapat memberi makan 300 juta orang. Makanan yang saat ini terbuang di Eropa dapat memberi makan 200 juta orang. Makanan yang saat ini hilang di Afrika dapat memberi makan 300 juta orang. Bahkan jika hanya seperempat dari makanan yang saat ini hilang atau terbuang secara global dapat diselamatkan, itu akan cukup untuk memberi makan 870 juta orang kelaparan di dunia.
Organisasi Makanan dan Pertanian PBB (FAO), memperkirakan bahwa hilangnya dan limbah makanan berjumlah delapan persen dari buangan gas rumah kaca global.
Kehilangan dan pemborosan pangan juga merupakan penghamburan besar sumber daya, termasuk air, tanah, energi, tenaga kerja dan modal, serta emisi gas rumah kaca yang tidak perlu, yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, PBB telah menetapkan sasaran guna "mengurangi sampai setengah limbah makanan per kapita global, dan mengurangi hilangnya makanan sepanjang rantai produksi dan pasokan sampai 2030".
Namun, laporan itu mengatakan hanya ada sedikit kesempatan untuk memenuhi sasaran tersebut kecuali tindakan mendesak dilakukan oleh pemerintah, perusahaan dan konsumen.
Eko-label, katanya, adalah satu cara untuk mendorong bagi pengurangan limbah makanan, dengan mendorong konsumen agar membeli dari perusahaan yang telah berkomitmen untuk mengurangi limbah.
Metode lain, yang meliputi perubahan dalam peraturan pemerintah, juga diperlukan, katanya.
Studi ini mengidentifikasi kurangnya koordinasi antara aktor dalam rantai pasokan sebagai faktor yang berkontribusi. Perjanjian petani pembeli dapat membantu untuk meningkatkan tingkat koordinasi. Selain itu, meningkatkan kesadaran di kalangan industri, pengecer dan konsumen serta menemukan manfaat untuk makanan yang saat ini dibuang adalah langkah-langkah yang berguna untuk mengurangi jumlah kerugian dan pemborosan. (Antaranews.com/fao.org)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...