67 Jurnalis Terbunuh Ketika Bertugas Selama Tahun 2022, 375 Dipenjara
BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM-Perang Rusia di Ukraina, kekacauan di Haiti, dan meningkatnya kekerasan oleh kelompok kriminal di Meksiko berkontribusi pada lonjakan 30% jumlah jurnalis yang terbunuh saat melakukan pekerjaan mereka pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya, menurut sebuah laporan baru yang dirilis hari Jumat (9/12) .
Federasi Jurnalis Internasional mengatakan bahwa 67 jurnalis dan staf media telah terbunuh di seluruh dunia sepanjang tahun ini, naik dari 47 tahun lalu.
Kelompok yang berbasis di Brussel itu juga menghitung 375 jurnalis yang saat ini dipenjara karena pekerjaan mereka, dengan jumlah terbanyak di China, Myanmar, dan Turki. Laporan tahun lalu mencantumkan 365 jurnalis di balik jeruji besi.
Dengan meningkatnya jumlah pekerja media yang terbunuh, kelompok tersebut meminta pemerintah untuk mengambil tindakan lebih nyata untuk melindungi jurnalis dan jurnalisme bebas.
“Kegagalan untuk bertindak hanya akan memberanikan mereka yang berusaha untuk menekan arus bebas informasi dan merusak kemampuan orang untuk meminta pertanggungjawaban pemimpin mereka, termasuk dalam memastikan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh tidak menghalangi jalan keterbukaan dan inklusif bagi masyarakat,” kata Sekretaris Jenderal IFJ, Anthony Bellanger, dalam sebuah pernyataan.
Lebih banyak pekerja media yang tewas meliput perang di Ukraina, total 12 orang, daripada di negara lain mana pun tahun ini, menurut IFJ. Sebagian besar orang Ukraina tetapi juga termasuk warga negara lain seperti pembuat film dokumenter Amerika, Brent Renaud. Banyak kematian terjadi pada pekan awal perang yang kacau, meskipun ancaman terhadap jurnalis terus berlanjut saat pertempuran berlarut-larut.
IFJ mengatakan "aturan oleh teror organisasi kriminal di Meksiko, dan pelanggaran hukum dan ketertiban di Haiti, juga berkontribusi pada lonjakan pembunuhan." Tahun 2022 telah menjadi salah satu yang paling mematikan bagi jurnalis di Meksiko, yang sekarang dianggap sebagai negara paling berbahaya bagi wartawan di luar zona perang.
Kelompok tersebut mencatat lima kematian jurnalis di tengah krisis politik tahun ini di Pakistan, dan memperingatkan ancaman baru terhadap jurnalis di Kolombia dan bahaya yang terus berlanjut bagi jurnalis di Filipina meskipun ada kepemimpinan baru di sana.
Itu juga menyebut penembakan jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh, saat dia melaporkan dari kamp pengungsi Palestina. Jaringan Arab iyu pekan ini secara resmi meminta Pengadilan Kriminal Internasional untuk menyelidiki kematiannya.
IFJ yang berbasis di Brussels mewakili 600.000 profesional media dari serikat pekerja dan asosiasi di lebih dari 140 negara. Laporan itu dirilis pada malam Hari Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...