7 Gereja di AS Terbakar dalam 10 Hari Timbulkan Kegelisahan Rasial
SATUHARAPAN.COM – Tujuh gereja, enam diantaranya didominasi Afrika-Amerika, telah terbakar dalam 10 hari terakhir di beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS), seperti Carolina Selatan dan Utara, Tennessee, Georgia dan Florida, menimbulkan kekhawatiran adanya kekerasan rasial di rumah ibadah.
Peristiwa tersebut mengindikasikan reaksi terhadap kritik bendera konfederasi, setelah sembilan umat kulit hitam dibunuh yang diduga oleh supremasi kulit putih, di sebuah gereja di kota Charleston, Carolina Selatan.
Namun para investigator mengungkapkan, hanya beberapa dari kerjadian tersebut yang telah dikonfirmasi sebagai aksi pembakaran dan kebakaran lainnya telah dinyatakan sebagai aksi kebencian namun tidak memiliki keterkaitan rasial.
Minggu ini, api kembali menyambar gereja umat kulit hitam di Gereja Gunung Sion Episkopal Methodis Afrika di kota kecil Greeleyville, Carolina Selatan
Indikasi awal menunjukkan, kebakaran mungkin disebabkan oleh petir dan bukan hasil dari kesengajaan, menurut seorang pejabat resmi setempat dalam sebuah konferensi pers, seperti diberikatakan situs seattletime.com. Petugas tidak menemukan bukti adanya kesengajaan dan indikasi kejahatan.
Agen Khusus dari Biro federal Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Bahan Peledak (Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms and Explosives/ATF), D. Craig Chillcott, mendesak para investigator untuk segera menyelesaikan penyelidikan. "Kami belum memutuskan apa pun pada saat ini," kata dia.
"Kami masih berada dalam tahap awal investigasi. Namun, saat ini kami tidak memiliki alasan untuk menyebut kebakaran itu memiliki hubungan dengan tindakan rasial," kata ATF.
Kebakaran Gereja Kulit Hitam Mengundang Perhatian Masyarakat
Beberapa data menunjukkan jumlah kebakaran gereja mungkin tidak begitu biasa. Dengan adanya peristiwa penembakan polisi Ferguson setelah Michael Brown tewas, pengawasan ekstra semakin dilakukan setiap insiden terbakarnya gereja kulit hitam.
Hal tersebut disadari oleh khalayak yang ditunjukkan melalui aktivitas jaringan sosial.
"Api tidak membakar gereja. Gereja kulit hitam sengaja dibakar," ujar pengguna media sosial dalam akun Twitter.
"Apakah pada titik ini kita diperbolehkan untuk mengatakan rakyat kulit hitam Amerika sedang diserang?" Tweeted lainnya.
Para pengguna jejaring sosial tersebut kerap menggunakan tanda pagar #BlackLivesMatter dan #WhoIsBurningBlackChurches untuk mengkritisi setiap kebakaran gereja ras kulit hitam di AS. Setiap cuitan yang ada mampu mengundang ratusan retweets.
“Lonjakan pembakaran gereja-gereja di negara bagian wilayah selatan selama beberapa hari terakhir ini membutuhkan perhatian kita semua,” ujar Presiden Asosiasi Kelompok Kulit Berwarna (The National Association for the Advancement of Colored People/NAACP), Cornell William Brooks, terutama setelah 17 Juni pembunuhan di Charleston, hari Rabu (1/7).
“Ketika sembilan siswa harus kehilangan nyawanya di sebuah rumah ibadah, kita tidak bisa menutup mata terhadap insiden apa pun,” kata dia menunjukkan kekhawatiran atas setiap kebakaran yang menyerang gereja.
Peristiwa buruk tetap melekat dalam benak Wali kota Greeleyville, Carolina Selatan, Jessie Parker, yang mengunjungi sisa-sisa bangunan Gereja Gunung Sion yang terbakar, hari Rabu (1/7).
Dua puluh tahun yang lalu, kelompok rasis ektremis AS, Ku Klux Klan, pernah membakar gereja tersebut. Parker mendesak para penyidik ââbekerja keras mengungkap penyebab kebakaran di tempat yang sama baru-baru ini.
"Kejadian itu membawa kembali sakit hati," kata Parker. "Membawa kembali semua kenangan lama," ia melanjutkan.
Motif Pembakaran
Pada 2011, AS melihat rata-rata sekitar lima peristiwa kebakaran yang disengaja dalam seminggu, menurut data sebuah asosiasi kebakaran ini. Akan tetapi, jumlah yang besar ini hanya mampu mengundang perhatian segelintir media nasional.
Seringnya para pelaku adalah kelompok remaja dan masih tergolong kebakaran kecil, ujar Marty Ahrens, manajer senior asosiasi analisis pemadam kebakaran.
Ahrens mengungkapkan, bagi sebagian orang, tempat ibadah seperti sekolahan, yakni tempat anak-anak berkumpul, untuk dijadikan target.
Ia menjelaskan bahwa motif pembakaran juga bervariasi. Beberapa kasus sengaja untuk mengacaukan dan lainnya mencoba untuk menutupi aksi kejahatan utama pencurian, perampokan uang atau menutupi dendam.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...