800 Rumah di Papua Terendam Banjir Tak Ada Pejabat yang Tahu
PANIAI, SATUHARAPAN.COM - Derita Papua seakan tak habis-habis. Baru saja Paniai kembali disorot karena kasus pelanggaran HAM yang tak pernah tuntas di wilayah itu, kini Paniai dilanda kabar tak sedap lagi. Sebanyak 800 rumah terendam banjir di sana dan tak seorang pejabat pun tampaknya yang tahu. Atau setidaknya memberikan perhatian dan mengunjungi korban.
Ini jadi lebih ironis, sebab Metro TV pada 30 Oktober berencana menyiarkan Konser Kemanusiaan Mimpiku Untuk Papua yang bermaksud memusatkan perhatian pada Papua dengan menampilkan sejumlah artis ibukota. Namun, pada hari yang sama sudah dua pekan 800 rumah di Paniai menderita. Belum juga ada pertolongan.
The Jakarta Post pada hari Minggu (30/10), mengutip keterangan seorang imam Katolik, Santon Tekege, melaporkan bahwa banjir melanda lima desa di tepi Danau Paniai di Enarotali, yang disebabkan meluapnya air danau.
"Pada saat ini, bupati dan pejabat lainnya, termasuk anggota dewan, tidak di Enarotali, mereka semua pergi keluar dari kota dan tidak tahu warga sudah terkena banjir," kata Santon Tekege.
Luapan air danau selain membanjiri rumah-rumah, juga menghancurkan ladang tempat penduduk desa bercocok tanam.
Menurut laporan, air setinggi lutut memasuki rumah-rumah di desa-desa Paniai Timur, yakni Bobaigo, Awabutu, Kogekotu, Dupai dan Akai.
"Warga pindah ke dataran yang lebih tinggi, tempat kering, membangun gubuk-gubuk sementara," kata Santon Tekege pada hari Minggu (30/10).
Bencana alam semacam ini, kata dia, terakhir terjadi tiga tahun lalu. "Pada saat itu air danau lebih tinggi dan banyak warga jatuh sakit karena kondisi buruk tempat tinggal mereka. Jika situasi sekarang tidak ditangani dengan benar, saya takut situasi bisa menjadi lebih buruk dari tiga tahun lalu," kata dia.
Santon mengatakan dia berharap para pejabat akan kembali dengan cepat ke Paniai untuk mengurus rakyat. "Musim hujan akan berlanjut untuk beberapa waktu, dan tingkat air danau akan terus meningkat; orang-orang membutuhkan bantuan seperti tempat tinggal, makanan, pakaian dan transportasi. Jika tidak, saya takut orang-orang akan kehabisan makanan, "katanya.
Dia mengatakan anak-anak masih bisa pergi ke sekolah menggunakan perahu, tetapi jika air terus naik, sekolah mereka bisa terendam.
Santon berharap pemerintah daerah dan Pemprov Papua akan datang dengan solusi jangka panjang bagi masyarakat yang tinggal di tepi danau untuk menghadapi banjir siklus tiga tahunan.
Editor : Eben E. Siadari
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...