Abad Perempuan, Womenomic dan Malala
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Hari Jumat lalu (11/10) semestinya merupakan hari istimewa bagi anak-anak perempuan. Perserikatan Bangsa-bangsa menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Internasional Anak Perempuan.
Penetapan ini berangkat dari keprihatinan bahwa hak-hak perempuan masih sering terabaikan, dan lebih terabaikan lagi adalah perempuan yang masih anak-anak. Bahkan untuk pendidikan saja, sekarang tidak kurang dari 30 juta anak-anak perempuan yang tak bisa sekolah, sebagaimana diungkapkan dalam data dari Dana PBB untuk Anak (UNICEF).
Lembaga dunia itu tengah menyoroti perlunya inovasi agar lebih banyak anak perempuan bisa belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran bagi semua anak sebagai bagian untuk memperjuangkan hak anak perempuan.
"Untuk mencapai hasil yang bermakna, kita perlu solusi baru untuk tantangan pendidikan anak perempuan dan kita harus mendengarkan suara-suara dari orang-orang muda," kata Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki –moon.
"Pemberdayaan perempuan menjamin hak-hak asasi manusia dan mengatasi diskriminasi dan kekerasan yang mereka hadapi, dan sangat penting untuk kemajuan bagi seluruh keluarga manusia," kata Ban menegaskan.
Tahun ini perhatiannya ditujukan untuk mengakui hak-hak perempuan dan menyoroti tantangan unik wajah feminim di seluruh dunia, dengan fokus pada inovasi untuk pendidikan anak perempuan.
Abad Womenomic
Perhatian ini sangat menarik dan pantas menjadi perenungan. Dua pekan sebelumnya, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, dalam pidato di Majelis Umum PBB menegaskan pentingnya perrhatian pada perempuan. Dia mencatat pertumbuhan ekonomi dan upaya mengatasi kemiskinan tengah ditunjukkan oleh wajah-wajah perempuan.
Dia menegaskan tentang inveatasi bagi perlindungan hak dan pendidikan perempuan akan menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Pernyataan itu ditegaskan sebagai pengalaman Jepang dalam kerja sama pembangunan di banyak negara.
Abe, bahkan, menyebutkan abad ke-21 ini adalah abad perempuan. Ekonomi dunia akan didorong oleh apa yang dia sebut sebagai womenomic. Hal ini berarti harapan sekaligus tantangan untuk kemajuan perempuan.
Fenomena Malala
Hal ini juga makin jelas dengan perhatian dunia pada gadis muda dari Pakistan, Malala Yousafzai. Dia adalah pahlawan bagi hak-hak perempuan, dan terutama kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Risiko yang dihadapi Malala dari kelompok Taliban yang menentang pendidikan untuk perempuan mencerminkan tantangan yang dihadapi bagi perempuan dan dunia. Dan perjuangan itu sekarang makin memperoleh dukungan.
Indonesia Masih Pasif
Bagaimana dengan kita di Indonesia? Secara yuridis tak ada hambatan apapun bagi perempuan, termasuk anak perempuan, untuk berkembang dalam kesempatan yang sama bagi seluruh warga. Namun kita masih menghadapi praktik-praktik pelecehan terhadap perempuan yang bersumber dari tradisi, keyakinan, dan pengabaian hak asasi manusia.
Kekerasan dalam rumah tangga masih banyak terjadi, juga pelecehan terhadap pekerja perempuan. Kita masih melihat seorang lurah ditolak sekelompok warga karena alasan jender seperti di Lenteng Agung. Juga banyak kasus dalam pemilu parlemen, pemilihan kepala daerah dan presiden, masih ada kampanye yang bersuara anti pemimpin perempuan.
Masalah ini lebih banyak berada di bawah permukaan. Pemerintah yang tumpul pada hal-hal yang sekarang dihadapi rakyat, memang tidak bisa diharapkan untuk responsif atas masalah ini. Sebab, yang kasat mata saja diabaikan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga nyaris sebagai lembaga pelengkap yang tidak peka pada peluang ini.
Jika seperti dikatakan Shinzo Abe, abad ke-21 adalah abad perempuan dan womenomic, perempuan di Indonesia harus mendapatkan lebih banyak kesempatan. Ini memang tidak berarti bahwa akan menjadi abad anti laki-laki, justru untuk menguatkan bahwa perbedaan jender bukan masalah, tetapi kapasitas dan integritas, dan laki-laki serta perempuan akan menjadi kekuatan bangsa karena kontribusi positifnya.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...