Abdon Nababan Calonkan Diri Jadi Gubernur Sumut
MEDAN, SATUHARAPAN.COM - Tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional, Abdon Nababan, mengumumkan rencananya untuk mencalonkan diri dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara 2018 mendatang.
Mantan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) itu mengumumkan rencananya lewat akun Facebook-nya hari ini (12/07).
"Sobat Nusantara, teman facebookers yang budiman, setelah galau panjang dan mendapatkan beragam pandangan dari banyak sekali kawan dan 'lawan' dan petuah-petuah dari para Tetua Adat, saya sudah mengambil keputusan untuk menerima penugasan Aman Tano Batak, Aman Sumut, Aman Tanoh Pakpak dan disetujui dalam Rapat Pengurus Besar (RPB) XIX Aliansi Masyarakat Adat Nusantara untuk maju Pilgubsu 2018 sebagai bakal calon dari jalur independen," kata dia.
"Bagi para sahabat yang masih belum rela, mohon keikhlasannya untuk saya mengambil jalur berliku yang penuh onak dan duri ini. Saya tidak pernah bercita-cita jadi pejabat Pemerintah apa lagi di kampung sendiri yg dipilih oleh rakyat lewat Pilkada, bahkan memikirkannya saja sudah ciut duluan karena tahu bahwa demokrasi kita saat ini sangat liberal dan transaksional."
"Saya ini hanya Anak Kampung "Ndeso" dari Huta Pealangge di Siborongborong yang berusaha jadi manusia berguna bagi sahabat dan kerabat. Mohon restu dan dukungan Sobat Nusantara dan teman facebookers agar saya bisa melaksanakan tugas berat ini dengan ringan hati dan tetap ceria," tulis dia.
Abdon Nababan selama 12 tahun terakhir dikenal lewat kiprahnya di AMAN. Selama dua periode ia menjabat sekjen di gerakan masyarakat adat yang diklaim terbesar di dunia itu. Ia disebut sudah memimpin dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat selama 12 tahun dari 16 tahun berdirinya AMAN.
Pria yang lahir pada 2 April 1964, memulai perjuangannya untuk hak masyarakat adat melalui keterlibatannya dalam gerakan aktivisme lingkungan pada masa kuliah. “Pada masa itu, masa jaya Soeharto. Sebagai aktivis mahasiswa, mencari pekerjaan itu seperti menyerah pada rezim,” ujar mantan anggota Lawalata IPB ini, dikutip dari greeners.co.
Sempat bergabung dengan Yayasan Mojopahit di Mojokerto yang mengurusi tuna wisma, tuna karya dan tuna susila, lulusan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ini kembali bergelut dalam gerakan lingkungan dengan menjadi koordinator program hutan di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Saat itu dirinya banyak bergerak mengurusi masalah hutan, khususnya yang berkaitan dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) oleh pemerintah yang mengakibatkan banyak kerusakaan hutan. Dengan tanggung jawab itu, ia banyak berkeliling dari hutan ke hutan. Saat itulah dirinya mulai bersentuhan dengan masyarakat yang tinggal mendiami hutan dan masalah yang mereka hadapi.
“Saat saya fokus ke HPH, saya menyadari bahwa HPH bukan tempat yang kosong tapi ada masyarakat yang saat itu belum ada diistilahkan (disebut) masyarakat adat,” terangnya.
Temuannya di lapangan mendorongnya berpikir bahwa masalahnya bukan hanya soal hutan dan lingkungan, namun juga soal manusia. Seiring berjalannya waktu, Abdon menemukan kenyataan bahwa isu dalam gerakan lingkungan hidup sangat terkait dengan manusia dan budaya.
Abdon kemudian memilih keluar dari Walhi pada medio 1993 dan pada tahun itu pula, bersama beberapa kawannya, mendirikan Yayasan Sejati yang fokusnya bukan hanya melihat berbagai kasus hutan di Indonesia sebagai masalah lingkungan namun juga masalah budaya. Dalam perjalanannya bersama Yayasan Sejati, Abdon semakin banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh adat yang ditingkat lokal sudah melakukan perlawan terhadap HPH dan tambang.
Hal lain yang membuat tekad Abdon bulat untuk mengurusi masyarakat adat adalah ketika ternyata kampung halamannya di tano Batak juga terjadi konflik akibat tanah adat yang dijadikan lahan konsesi ke perusahaan PT Inti Indorayon Utama oleh Departemen Kehutanan.
“Awalnya saya tidak merasa bagian masyarakat adat, saya merasa sebagai aktivis LSM, peneliti yang membantu masyarakat adat. Tapi ketika nasib yang sama saya alami, saya punya kesadaran kenapa saya harus menempati posisi aktivis kalau ternyata saya menjadi korban? Saat itu saya semakin serius mengurusi masyarakat adat, karena ini bukan gerakan mengurusi orang lain, namun gerakan yang menyangkut nasib saya, nasib kampung saya, nasib saudara-saudara saya,” jelas pria yang fasih berbahasa Batak ini.
Di bawah kepemimpinannya, AMAN berhasil memenangkan gugatan di pengadilan tinggi yang mengharuskan dilepaskannya pengelolaan hutaadat kepada masyarakat pribumi atau masyarakat adat.
Untuk pertama kalinya pada akhir 2016 Presiden Joko Widodo mengakui hak sembila masyarakat adat atas hutan di tanah mereka sendiri. Hanya saja yang diberikan baru 13.100 ha sedangkan menurut pemetaan AMAN ada lebih dari 8 juta ha hutan masyarakat adat.
Jika ia benar-benar maju, ia akan berhadapan antara lain dengan petahana, Erry Nuradi dari Partai Nasdem, gubernur Sumut saat ini yang naik ke kursi Sumut-1 setelah gubernur terdahulu, Gatot Pujo Nugroho masuk penjara karena korupsi.
Calon lain yang sudah mengumumkan pencalonannya adalah Bupati Kabupaten Simalungun, J.R. Saragih.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...