ADB Bakal Menggandakan Dana Iklim pada 2020
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Pembangunan Asia (ADB), akan menggandakan dana iklim tahunan dari saat ini sekitar 3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) (Rp 42,1 triliun), diharapkan dapat mencapai sekitar 6 miliar dolar AS pada 2020.
"Dari jumlah itu, 4 miliar dolar AS (Rp56,2 triliun), akan diarahkan untuk mitigasi perubahan iklim dan 2 miliar untuk adaptasi," kata Presiden ADB Takehiko Nakao dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (14/2).
Selain komitmen dalam pembiayaan iklim, ADB bersama-sama dengan lembaga keuangan internasional lainnya juga berkomitmen bekerja secara kolektif, untuk mengharmonisasikan metodologi perhitungan guna melacak pembiayaan iklim dan emisi gas rumah kaca.
Presiden ADB juga, menyambut baik kesepakatan yang telah ditandatangani di Paris, Prancis karena komitmen dari 180 negara lebih itu adalah penerjemahan yang jelas dari upaya global yang dibutuhkan untuk mengontrol emisi gas rumah kaca.
Selain itu, katanya, perjanjian tersebut juga dinilai dapat membantu baik umat manusia maupun planet bumi ini untuk mengadaptasi terhadap perubahan iklim.
"Perjanjian yang membatasi pemanasan di bawah dua derajat celcius, dan mengejar upaya untuk mencapai 1,5 derajat khususnya relevan di Asia-Pasifik, yang merupakan tempat tinggal 4 miliar warga, yang juga merupakan kawasan yang paling rentan di dunia dalam menghadapi perubahan iklim," katanya.
Takehiko Nakao menyarankan, agar fokus saat ini berpindah menuju penerapan di samping komitmen seluruh negara untuk mengontrol emisi gas rumah kaca.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyampaikan Kesepakatan Paris atau "Paris Agreement", yang sepakat diadopsi oleh 195 negara di Konferensi Perubahan Iklim COP21 menjadi peristiwa bersejarah untuk keberlanjutan kehidupan manusia kini dan mendatang.
"Adopsi Paris Agreement ini merupakan peristiwa bersejarah. Peristiwa bersejarah ini merupakan langkah penting dan krusial dalam kerangka mengembangkan ketahanan bagi manusia di dunia," kata Menteri Siti melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (13/12).
Siti mengatakan, Indonesia menilai penting atas Kesepakatan Paris dan harus dirasakan sebagai kepemilikan bersama, karena kesepakatan ini merupakan kebutuhan semua negara lintas batas, dalam mengatasi konsekuensi perubahan iklim bagi kemanusiaan.
Selain itu, Siti mengapresiasi solidaritas dan aksi kolektif seluruh negara, baik negara maju maupun berkembang, yang tercermin dalam kesepakatan. "Kesepakatan Paris ini mendorong negara maju untuk terus memimpin dan memberi dukungan pada negara berkembang. Di sisi lain, negara berkembang terus memberikan kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim sesuai kapasitas," kata Siti.
Indonesia pun memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seperti mitigasi melalui pengurangan emisi di sektor kehutanan, energi, industri, dan transportasi. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...