Afghanistan: Tiga Serangan Bom di Kabul, 10 Tewas
KABUL, STUHARAPAN.COM-Tiga serangan bom mengguncang ibu kota Afghanistan, Kabul, pada hari Selasa (1/6) malam, menewaskan sedikitnya 10 orang dan membuat kota itu gelap gulita, kata seorang juru bicara pemerintah Afghanistan.
Dua bom meledak secara berurutan di lokasi terpisah di lingkungan Kabul barat, menewaskan sedikitnya 10 orang dan melukai belasan lainnya, kata wakil juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Said Hamid Rushan.
Bom ketiga merusak parah stasiun jaringan listrik di Kabul utara, kata Sangar Niazai, juru bicara departemen pasokan listrik pemerintah.
Dua pemboman awal, keduanya menargetkan minivan, terjadi di wilayah dengan penduduk sebagian besar dari etnis Hazara di ibu kota, kata Rushan.
Yang pertama meledak di dekat rumah seorang pemimpin Hazara terkemuka, Mohammad Mohaqiq, dan di depan sebuah masjid Syiah. Kebanyakan Hazara adalah penganut Islam Syiah. Bom kedua juga menargetkan sebuah minivan tetapi Rushan mengatakan rinciannya masih dikumpulkan.
Polisi menutup kedua area tersebut dan para penyelidik sedang menyaring puing-puing. Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas pemboman itu, tetapi afiliasi kelompok ISIS yang beroperasi di Afghanistan sebelumnya telah menyatakan perang terhadap minoritas Syiah, yang merupakan sekitar 20% dari 36 juta penduduk di negara mayoritas Muslim Sunni itu.
Afiliasi ISIS sebelumnya bertanggung jawab atas beberapa serangan pada bulan Mei di pembangkit listrik Afghanistan di Kabul dan di beberapa provinsi lainnya.
Pada tanggal 8 Mei, sebuah bom mobil dan dua bom pinggir jalan meledak di luar sekolah putri Syed Al-Shahada, juga di lingkungan yang didominasi Hazara, menewaskan hampir 90 orang, banyak dari mereka adalah pelajar. Belum ada yang mengklaim serangan itu tetapi AS menuduh dilakukan oleh ISIS.
Serangan itu terjadi ketika Amerika Serikat mengakhiri perang terpanjangnya dengan menarik 2.500-3.500 tentara terakhirnya bersama dengan 7.000 pasukan sekutu NATO. Prajurit terakhir akan ditarik paling lambat 11 September. Ini menimbulkan ketakutan akan meningkatnya kekacauan di negara yang sudah sangat tidak aman.
Kekerasan telah meningkat di Afghanistan bahkan ketika Amerika Serikat mencapai kesepakatan damai dengan Taliban pada Februari 2020 di bawah pemerintahan Trump sebelumnya.
Perjanjian tersebut menyerukan agar pasukan AS dan NATO yang terakhir keluar dari negara itu pada 1 Mei. Sebaliknya, penarikan dimulai pada 1 Mei setelah Presiden AS, Joe Biden, mengumumkan pada pertengahan April bahwa Amerika mengakhiri “perang selamanya.”
Pada saat itu, dia menyatakan kelompok teroris seperti Al-Qaeda dan Negara Islam (ISIS) telah cukup terdegradasi dan tidak perlu lagi mempertahankan ribuan tentara yang dikerahkan ke Afghanistan.
Pembicaraan damai yang menemui jalan buntu antara pemerintah Afghanistan dan Taliban akan dilanjutkan di negara Timur Tengah, Qatar, kata seorang anggota tim negosiasi pemerintah Afghanistan, Nader Nadery.
Kedua belah pihak telah bertemu terus-menerus sejak 12 September tetapi kemajuannya sangat sedikit. “Saya belum melihat tanda-tanda pembicaraan yang berarti dari Taliban mengenai isu-isu kunci untuk mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini,” kata Nadery. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...