Agama dalam Kepemimpinan Politik
SATUHARAPAN.COM - Konstitusi Amerika menjamin bahwa pemilihan Presiden melalui sebuah proses demokrasi yang disebut Pilpres yang berlangsung empat tahun sekali. Seorang Presiden dibatasi menjabat jabatan President paling lama dua periode atau delapan tahun. Konstitusi Amerika menjamin semua orang tanpa pertimbangan asal ras dan agama untuk maju jadi calon presiden.
Jesse Jacson seorang senator Demokrat berkulit Hitam pernah mencoba mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat. Tapi ia gagal karena pemilih Amerika Serikat masih terpancang pada kriteria tak tertulis bahwa seorang presiden Amerika haruslah memenuhi syarat WASP (White, Anglo Saxon Protestant). Mitos WASP tidak berlaku ketika J.F Kennedy dan Barrack Obama menjadi presiden Amerika. J.F.Kennedy adalah seorang pemeluk Katolik sedangkan Obama adalah keturunan dari seorang bapa yang berkulit Hitam. Pilihan berdasarkan agama dan ras bukan alasan yang baik untuk memilih calon pemimpin bangsa.
Politik dan Agama
Walaupun Amerika sebuah negara sekular yang memisahkan negara dan agama, tapi tidak berarti mimbar agama bebas dari bau politik
Setiap kali Pemilu di Amerika selalu saja ada kelompok Christian Rights (Kristen Kanan) yang berkampanye untuk mendukung kelompok konservatif dari Partai Republik. Gereja yang beraliran Konservatif Injili dan Kharismatik pada umumnya mendukung secara kasat mata platform dari partai Republik berupa anti-aborsi, pengurangan pajak serta anggaran sosial, dan penguatan pertahanan. Aliansi Partai Republik dengan Kelompok Kristen konservatif di bawah Ronald Reagan maupun George Bush sangat terasa dan mesra. Tak jarang jaringan mereka sampai di luar Amerika termasuk Indonesia. Dukungan dari kelompok gereja konservatif tidak menjamin bahwa kandidat dari Partai Republik selalu memenangkan pemilu di Amerika.
Di Filipina dengan umat Katolik sebagai mayoritas pada umumnya kepala negara mereka adalah Katolik kecuali Jenderal Fidel Ramos. Konstitusi Filipina tidak mengharuskan bahwa seorang Presiden harus beragama Katolik.
Ketika revolusi Tiongkok (1911) untuk menumbangkan dinasti Manchu, agama Kristen yang dipeluk oleh Dr. Sun Yat Sen tidak menghalangi kariernya untuk memimpin revolusi Tiongkok. Sun terpilih sebagai Presiden sementara Republik Tiongkok pada tahun 1913, namun kemudian ia menyerahkan kekuasaannya pada Yen Shikai untuk menghindari pertumpahan darah. Tapi akhirnya Sun Yat Sen memenangkan perlawanannya pada Yen Shikai dan kembali berkuasa pada tahun 1916. Dikemudian hari ia menyerahkan kepemimpinan Tiongkok pada Chiang Kai Shik yang juga seorang pemeluk agama Kristen. Sun Yat Shen sangat dihormati oleh semua orang Tiongkok maupun perantauan Tionghoa di seluruh dunia karena dia dianggap pemimpin pembaru Tiongkok.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Suka atau tidak suka agama di Indonesia masih menjadi ajang rebutan pengaruh dari berbagai partai politik yang bersaing. Tokoh tokoh agama sering dipakai untuk menjadi caleg dari berbagai partai politik Simbol partai maupun tema dan janji kampanye tak jarang memakai simbol bernuansa agama tertentu. Tokoh agama sering menjadi jurkam maupun pendukung terselubung dari sebuah kontestan.
Hampir semua capres melakukan safari politik untuk meminta dukungan atau doa restu dari pemimpin lembaga keagamaan. Kunjungan silahturami ke rumah atau kantor pimpinan organisasi keagamaan dilakukan guna menjelaskan program partainya. Tak jarang kegiatan kampanye dengan kedok seminar kebangsaan maupun janji pemberian bantuan.
Menjelang pemilu 2014 beberapa pemimpin lembaga keagamaan Kristen (PGI), Katolik (KWI) maupun Islam sudah memberikan pernyataannya untuk tidak berpihak pada kontestan tertentu. Jauh hari pimpinan N.U dan Muhammadiyah menyatakan bahwa N.U bukan milik PKB ataupun PPP dan Muhammadiyah bukan milik PAN. Warga N.U dan Muhammadiyah bebas memilih pilihannya bahkan tidak harus melakukan pilihan berdasarkan kesamaan agama. Pilihan harus berdasarkan calon pemimpin yang mampu menjalankan amanah berdirinya negara Pancasila dan membawa Indonesia pada kedaulatan serta kemandirian baik politik, ekonomi dan budaya.
Sikap politik N.U dan Muhammadiyah perlu diacungi jempol karena merupakan sebuah kontribusi besar dalam membangun negara berdasarkan demokrasi dan kemajemukan di bumi Pancasila.
Penulis adalah pengamat masalah pembangunan dan kebudayaan.
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...