Agus Martowardojo Penuhi Panggilan KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Pemeriksaan Agus hari Selasa (1/11) ini adalah yang pertama. Agus pernah dipanggil pada 18 Oktober 2016 namun tidak dapat memenuhi panggilan tersebut.
"Ini kan diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Menkeu, akan ditanya soal anggaran kemudian mekanisme dan prosedur anggaran mengenai proyek e-KTP ini. Kemudian bagaimana pembahasan anggaran dengan Kemendagri," kata pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati pada Senin (31/10).
Agus menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2010 hingga 2013 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek e-KTP, dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik itu antara lain Setyo Novanto, Anas Urbaningrum, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Gamawan Fauzi, Dian Anggraeni, Sugiharto dan Drajat Wisnu S.
Pemenang pengadaan e-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp 6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.
Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.
PT. Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp 2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp 2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...