Ahli Biokimia: Sulit Bersihkan Laut Terkontaminasi Minyak
KUPANG, SATUHARAPAN.COM – Ahli Biokimia Lipida dan Gizi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Felix Rebhung mengatakan, wilayah perairan budidaya rumput laut yang sudah terkontaminasi dengan tumpahan minyak, sulit untuk dibersihkan meski dengan teknologi canggih sekalipun.
“Kalau di wilayah perairan pantai mungkin bisa dengan cara menebarkan bahan kimia berupa pupuk nitrogen atau fosfat, sehingga mikroorganisme yang akan bekerja menguraikan minyak-minyak itu, namun untuk di laut sangat sulit,” katanya kepada Antara di Kupang, Rabu (1/4).
Ia menjelaskan, jika menggunakan pupuk tersebut, maka nantinya mikroorganisme akan berkembang biak dengan banyaknya dan sedikit demi sedikit akan menghilangkan minyak yang telah mengendap di dalam pasir.
Namun, menurutnya, untuk membersihkan laut yang sudah terkontaminasi minyak, dengan tumpahan yang sangat banyak akan sangat rumit, sebab cairan-cairan minyak tersebut telah menyatu dengan air.
Menurutnya, tumpahan-tumpahan minyak akibat dari meledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009, lalu sangat sulit dihilangkan.
“Dengan jenis bahan kimia apa pun tidak akan hilang, dan sampai saat ini belum ada data yang pasti berapa lama minyak tersebut akan hilang,” katanya.
Menurutnya, cara yang digunakan Otorita Keselamatan Maritim Australia (AMSA), dengan menyeprotkan zat beracun "dispersant" bukanlah cara yang tepat untuk menghilangkan minyak yang bercampur dengan air laut.
Justru, kata dia, akan makin menimbulkan kerusakan ekosistem laut, akibat buih-buih minyak tersebut tenggelam ke dasar laut.
“Itu justru sangat berbahaya, sebab bukan hanya mengakibatkan ekosistem laut rusak, namun dispersant itu akan mengakibatkan kerusakan pada anggota tubuh seseorang jika terkena cairannya,” katanya.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli dari Australia dan AS, tumpahan minyak mentah yang disertai zat-zat beracun lainnya itu, hampir 80 persen mengotori wilayah perairan Indonesia di Laut Timor.
Sehingga, gagalnya usaha rumput laut pada sebagian besar wilayah pesisir kepulauan Nusa Tenggara Timur diduga kuat karena wilayah perairan budidaya sudah terkontaminasi minyak mentah dan zat beracun.
Di samping itu, meledaknya kilang minyak tersebut juga mengakibatkan munculnya penyakit kulit serta penyakit "aneh" lainnya, yang sebelumnya tidak pernah dirasakan oleh masyarakat seperti yang dialami masyarakat nelayan di pesisir pantai Desa Tablolong, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...