Ahmed Khalifa: Mesir Dalam Keadaan Tenang Sebelum Badai
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Bentrokan antara massa pendukung mantan Presiden Mesir, Mohammed Morsi dan militer terus berlangsung sejak Morsi dicopot kekuasaannya pada Rabu (3/7) pekan lalu. Hingga Senin (8/7), pihak pendukung Morsi, Ikhwanul Muslimin, menyebutkan ada 53 aktivis mereka yang tewas dalam bentrokan.
Di sisi lain, kekerasan terhadap kelompok minoritas juga terjadi di berbagai wilayah di Mesir. Seorang imam dari Gereja Koptik, misalnya tewas ditembak oleh sekelompok orang bertopeng dan terjadi pembakaran terhadap rumah dan fasilitas usaha kelompok minoritas.
Human Right Watch menyebutkan bahwa selama aksi massa terjadi kekerasan pada kaum perempuan. Selama empat hari protes tercatat sedikitnya 91 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
Masalah pembalasan oleh pihak yang sebelumnya mendukung Morsi menjadi kekhawatiran di Mesir, terutama menjadi ketakutan bagi kelompok minoritas di sana. Pakar Politik dan aktivis resolusi konflik, Ahmed Khalifa, mengkhawatirkan akan adanya peningkatan kekerasan di Mesir.
Berbagai pihak menyaksikan keadaan di mesir dengan kekhawatiran, bahkan situasinya makin sulit diprediksi. Sekarang pendukung Morsi berhadapan dengan kelompok yang meprotes Morsi, dan pihak militer serta polisi berada di antara mereka. Kekerasan di daerah-daerah juga terus terjadi.
Deutch Welle mewawancarai Ahmed Khalifa beberapa waktu lalu. Pakar politik ini juga dikenal sebagai peneliti di bidang konflik dan perdamaian pada International Conversion Center di Bonn (BICC). Dia mengunjungi Kairo pekan lalu untuk memantau situasi di lapangan. Berikut ini adalah wawancara yang dilakukan Deutch Welle (DW) dengan Ahmed Khalifa:
DW: Khalifa, Anda telah berada di Kairo sejak Rabu pagi, ketika Presiden Mohammed Morsi ditangkap dan digulingkan oleh militer Mesir. Apa yang Anda pelajari tentang peristiwa itu?
Ahmed Khalifa: Seorang teman saya memiliki sepeda motor. Kami pergi menuju satu kelompok demonstran untuk melihat situasi. Kadang-kadang kami tidak bisa melalui, karena tentara telah menutup daerah tertentu. Tapi kami dapat berbicara dengan banyak orang. Pendukung Morsi merasa sangat prihatin dan merasa ditipu oleh tentara. Mereka mengatakan mereka memenangkan pemilu dan ingin Morsi tetap memegang kekuasaan.
Tetapi ada juga banyak orang yang menyambut mencopotan Morsi itu. Tentu saja, sebagian adalah melawan Morsi. Tentara tidak akan pernah mampu melakukan hal itu jika tidak memiliki dukungan dari mayoritas penduduk. Saya akan mengatakan bahwa sekitar sepertiga dari populasi mendukung Morsi, dua pertiganya melawan dia.
DW: Pada dasarnya berarti bahwa militer melakukan keinginan rakyat?
Ahmed Khalifa: Ya, itu benar. Para ilmuwan saat ini memperdebatkan apakah hal itu merupakan kudeta militer atau bukan. Pemerintah luar negeri juga lebih berhati-hati dalam menyikapi dan mengungkapkan pendapat. Pemerintah Amerika Serikat juga telah mengakui bahwa mengusir Morsi adalah sesuai dengan kehendak rakyat. Anda dapat memberitahu bahwa fase pertama, yang mewakili kehendak rakyat, sekarang berakhir. Pada tahap kedua, pendukung Morsi ini telah memilih turun ke jalan.
Pada hari Jumat (5/7) saya berada di antara kelompok demonstran dari Ikhwanul Muslimin, yang saya lihat menakutkan. Mereka ingin negara Islam. Mereka ingin hukum Syariah, yang sudah ada di atas kertas, tapi belum benar-benar dilaksanakan. Beberapa perwakilan dari Ikhwanul Muslimin menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima mencopotan Morsi dan bahwa mereka akan terus berjuang untuk tujuan mereka.
DW: Jadi akan ada eskalasi lebih lanjut?
Ahmed Khalifa: Ada banyak ketegangan di kota itu, bahkan jika kehidupan sehari-hari terus berlanjut. Semua daerah dengan bangunan militer, seperti kementerian pertahanan dan Garda Republik, telah ditutup. Tidak ada jam malam, tapi beberapa bagian kota, seperti Heliopolis, telah dijaga oleh tentara.
Jumat malam saya melihat bentrokan di Universitas Kairo. Kemarin saya pergi melintasi sebuah jembatan yang menghubungkan dua kota kabupaten di tepi Sungai Nil. Anda tidak bisa melihat aspal di jalan lagi, karena ada terlalu banyak batu. Pada hari Sabtu, saya menghadiri pemakaman lima orang yang dibunuh oleh kelompok Islamist. Para korban berasal dari bagian penduduk sekuler. Ini sangat dramatis.
DW: Berarti bentrokan terjadi antara kelompok penduduk yang berbeda dari populasi, yaitu antara pendukung dan penentang Morsi, ketimbang antara pendukung Morsi dan tentara?
Ahmed Khalifa: Itu benar. Militer dan polisi berdiri di antara dua pihak tanpa intervensi. Mereka hanya melakukan intervensi ketika situasi memanas. Setelah pencopotan Morsi, terlepas dari beberapa pengecualian, tidak ada bentrokan antara tentara dan penduduk, tidak dengan pendukung Morsi, juga tidak dengan lawan Morsi. Militer menghindari semacam konfrontasi, sehingga mereka tidak menjadi musuh. Jika terjadi bentrokan dengan penduduk, bahkan dengan lawan Morsi, hal itu bisa berbalik melawan militer. Hal itu merupakan sesuatu yang ingin dihindari oleh tentara.
DW: Dapatkah Anda mengatakan sesuatu tentang perkembangan saat ini? Pada hari Sabtu, pemenang hadiah Nobel Perdamaian, Mohamed ElBaradei, tampaknya akan menjadi kepala pemerintah transisi. Tapi pada hari Minggu, hal itu tidak terjadi. Apa yang Anda tahu?
Ahmed Khalifa: Ada beberapa rumor pada hari Sabtu tentang posisi ElBaradei bisa mengisi pemerintahan. Saya menduga pencalonannya telah ditarik, agar tidak menjadikan kedua kubu semakin terpecah. Agaknya ia ingin menjaga perannya sebagai penasihat untuk militer dan kekuatan sekuler. Pendukung Morsi yang tidak menerima dia. Saya pikir hal itu juga luar biasa bahwa kelompok Salafi juga menolak ElBaradei. Tapi tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena ElBaradei sendiri belum mengatakan apa-apa.
DW: Bagaimana menurut Anda tentang situasi yang akan berkembang selama beberapa hari ke depan? Apakah Anda melihat kemungkinan menaiknya kekerasan?
Ahmed Khalifa: Hal itu mungkin untuk dikatakan. Pada hari Sabtu, kelompok Islamist mundur, dan sejak itu, jalan-jalan cukup tenang. Presiden tetap terkunci. Anda tidak mendengar apa-apa dari Morsi, kita bahkan tidak tahu di mana dia. Semua orang sedang menunggu dia untuk berbicara. Sebagian besar pendukung Morsi ini telah dipilih menunjukkan damai. Tapi sulit untuk mengatakan apa yang akan terjadi sekarang. Saya merasa itu adalah keadaan tenang sebelum badai.
Serangan Israel di Beirut Menewaskan Juru Bicara Hizbullah, ...
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Serangan langka Israel di Beirut tengah menewaskan juru bicara utama kelompo...