Ahok Belum Pernah Menistakan Agama Sejak Kecil
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Fajrun, teman sejak kecil Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari Belitung Timur yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok sebagai saksi fakta mengungkapkan bahwa sejak kecil Ahok belum pernah menistakan agama.
"Selama beliau dari kecil belum pernah itu terjadi. Beliau ke gereja saya ke masjid. Kami kalau diskusi agama bagus sekali, tidak ada agama kamu gini, agama kamu gitu. Jadi beliau tidak pernah membedakan yang kayak gitu," ucap Fajrun saat memberikan kesaksian dalam sidang ke-14 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3).
Dalam persidangan, Fajrun juga ditanyakan soal apakah dirinya termasuk salah seorang yang diberangkatkan umrah oleh Ahok.
"Karena beliau selama ini sering memberangkatkan umrah, jadi tujuan beliau selama ini memberangkatkan umrah orang-orang Muslim yang tidak mampu seperti pengurus Masjid. Kalau saya tidak pernah ditawarkan, saya juga tidak pernah meminta untuk diberangkatkan umrah," ucap Fajrun.
Dalam lanjutan sidang Ahok ini, tim kuasa hukum Ahok memanggil tiga saksi fakta dan satu ahli hukum pidana.
Tiga saksi fakta itu antara lain Juhri seorang PNS di Bangka Belitung yang juga mantan Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Belitung saat Pilkada Bangka Belitung 2007, Suyanto sopir Ahok dari Belitung Timur, Fajrun teman sejak kecil Ahok dari Belitung Timur, dan ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...