Ajakan Bela Rasa Pastor Benny untuk Pengungsi Irak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tak semua umat Kristen merayakan Natal dengan penuh keceriaan. Di Irak, para pegungsi korban ekstremisme merayakan Natal dalam kepiluan.
Rm Antonius Benny Susetyo, Pr kepada satuharapan.com Jumat (26/12) siang mengatakan umat Kristen seluruh dunia seharusnya ikut menanggapi penderitaan yang dirasakan para pengungsi Irak.
“Merayakan Natal berarti kita merayakan kebersamaan, merayakan persaudaraan, dan bela rasa,” kata Rm Benny.
Natal mengajak umat Kristen merayakan Allah yang hidup, itu berarti penderitaan pengungsi di Irak tersebut juga menjadi penderitaan masyarakat global.
Beberapa waktu lalu, kata Rm Benny, Paus Fransiskus menelepon orang-orang Kristen di daerah konflik tersebut.
Paus meneguhkan para pengungsi dengan mengatakan, “Apa yang kamu alami seperti yang dialami oleh Kristus, dikejar-kejar dan tidak mendapat tempat,” kata Rm Benny.
Paus Fransiskus berbicara melalui telepon kepada warga Irak yang tinggal di kamp pengungsian di dekat kota Arbil yang dikuasai Kurdi pada Rabu (24/12) dan meyakinkan bahwa mereka berada dalam doanya.
“Paus memberi dukungan terhadap teman-teman yang menjadi korban ketidakadilan di pengungsian karena persoalan konflik yang berkepanjangan. Paus juga menyerukan adanya perdamaian yang sejati. Dan dia berharap penggunaan isu agama untuk kepentingan politik sesaat yang menyebabkan konflik bisa segera dihentikan,” ujar dia.
Di sisi lain, keprihatinan justru muncul karena umat Kristen di Indonesia kini hidup dalam situasi hedonisme.
Jika melihat pengungsi di daerah konflik tak bisa berkumpul dengan keluarganya karena menjadi korban ekstremisme militan, di Indonesia orang justru tak bisa berkumpul dengan keluarganya karena kesibukan pekerjaan, dan hal-hal duniawi lainnya.
“Dalam keluarga, kita selama ini kurang berinteraksi satu dengan yang lain, disibukkan dengan pekerjaan, persoalan dengan teknologi, dan orang lupa pada perjumpaan keluarga itu,” kata Rm Benny.
Itulah sebabnya tema besar Natal kali ini memilih “keluarga” sebagai sarana perjumpaan kembali.
“Perjumpaan dengan keluarga itu adalah hal yang utama. Ketika perjumpaan bersama itu dilupakan memang keluarga-keluarga kita menghadapi situasi terasing satu dengan yang lainnya. Tidak peduli dengan komunikasi dan tidak ada kesatuan dalam hal memperhatikan satu dengan yang lain. Sikap kurang peduli tehadap kondisi yang sebenarnya itu,” ujar Rm Benny.
Untuk itu, nilai-nilai dalam keluarga harus diperhatikan karena kebersamaan dengan keluarga tidak bisa digantikan dengan teknologi.
“Perayaan Natal adalah perayaan keluarga karena menghadirkan Kristus di tengah-tengah keluarga,” ujar Rm Benny.
Mensyukuri Natal bersama keluarga dalam kesederhanaan sama artinya dengan menghargai mereka yang hidup dalam tekanan sosial dan perang politik berkedok agama.
Editor : Eben Ezer Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...