AJI Desak Polisi Tindak Tegas Pelaku Teror kepada Wartawan
JAKARTA, SATUHARAPAN. COM – Lima minggu pascapembunuhan Salim Kancil, aktivis yang menolak aktivitas penambangan pasir ilegal di kampungnya di Lumajang, Jawa Timur, tiga wartawan yang meliput insiden itu diteror. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak polisi menindak tegas pelaku teror, intimidasi dan kekerasan tersebut.
Ketua AJI, Suwarjono, dalam jumpa pers di kantor YLBHI, Jakarta, pada hari Senin (9/11) mengatakan teror terhadap tiga jurnalis itu sangat serius karena teror demikian juga dialami Salim Kancil ketika ia menolak aktivitas penambangan pasir ilegal di Desa Sewok Awar-awar, Lumajang. Teror yang dialami Salim Kancil terus meningkat dan berakhir dengan pembunuhan sadis.
Dengan demikian, Suwarjono memuji langkah ketiga wartawan yang melaporkan teror itu kepada polisi, meskipun polisi – dalam hal ini Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Fadly Mundzir Ismail – dalam kesempatan terpisah mengatakan teror yang diterima ketiga wartawan televisi itu merupakan konsekuensi pekerjaan mereka.
Ismail, sebagaimana dikutip Tempo, mengatakan, “Sama seperti saya, konsekuensi saya sebagai aparat penegak hukum, kaki kanan saya ada di kuburan dan kaki kiri saya di rumah sakit.”
AJI bergeming dan tetap mendesak untuk segera mengungkap kasus itu dan memberikan jaminan keselamatan kepada wartawan yang meliput penambangan pasir illegal tersebut.
Karena, menurut AJI, mereka yang merasa keberatan dengan pemberitaan media, bisa memprotes lewat surat pembaca atau mekanisme lain dan bukan lewat teror.
“Tampaknya penangkapan terhadap beberapa tokoh sebelumnya, seperti kepala desa, kemudian para pelaku, tidak menyurutkan pelaku lain untuk meneror, ini yang menurut kami sangat serius,” kata Suwarjono.
Di tempat yang sama, Staf Divisi Advokasi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Kontras, Ananto Setiawan, mengatakan peristiwa ancaman terhadap aktivis antipenambangan dan tiga wartawan itu adalah akibat ketidakseriusan polisi mengungkap mafia tambang di Lumajang.
Menurut Ananto, polisi saat ini hanya berhasil mengungkap 32 aktor lapangan serta menghukum tiga anggota polisi dengan hukuman kode etik. Aktor utama penambangan pasir ilegal itu tidak pernah disentuh
“Saksi sendiri, bahkan kepala desa, yang telah dijadikan tersangka, menyebutkan ada banyak orang yang terlibat di sana dan instansi yang terlibat mulai dari instansi polisi sendiri bahkan ada Perhutani, diduga juga ada TNI, DPRD, dan pemerintahan di Lumajang, tetapi sampai hari ini tidak ada yang diseret ke pengadilan oleh polisi,” kata Ananto.
Sementara itu, Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Suharsono, membantah jika dikatakan polisi tidak serius dalam mengungkap kasus kematian Salim Kancil dan teror masih terus dialami warga dan wartawan. Menurutnya polisi bekerja berdasarkan bukti yang ada dan kasus itu masih terus dikembangkan.
Khusus tentang teror terhadap tiga wartawan itu, polisi telah menangkap satu tersangka, yaitu pekerja di pertambangan pasir tersebut.
“Dalam sekian waktu menangani kemudian proses berjalan kok dibilang tidak serius. Kami sangat serius. Dan kini masih dalam pendalaman dan terus berproses,” kata Suharsono.
Terjadi di Sejumlah Daerah di Indonesia
Kasus pertambangan yang berbuntut konflik dengan masyarakat banyak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Menurut Nanda Tanjung dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, ini terjadi karena adanya ketidaktaatan pengusaha dan kolusi dengan pemerintah daerah di wilayah itu. Masyarakat, tambahnya, sering kali tidak dilibatkan dalam proses perizinan.
Data KontraS menyatakan pada tahun 2014 terdapat sepuluh ribu lebih izin usaha tambang, baik skala besar maupun tambang rakyat yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang sebagian besar justru merugikan masyarakat
Meskipun polisi telah menetapkan 32 tersangka dalam kasus kematian Salim Kancil, September lalu, ternyata tidak membuat kondisi daerah tersebut kondusif.
Aktivitas penambangan pasir ilegal masih terus dilakukan. Teror terhadap aktivis lingkungan maupun masyarakat yang menolak adanya penambangan pasir ilegal semakin sering terjadi. Dan, tiga wartawan televisi dari TV One, Kompas TV, dan JTV mendapat ancaman pembunuhan melalui SMS atau pesan singkat karena konsisten meliput aktivitas penambangan tersebut.(voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...