MEDIA
Penulis: Reporter Satuharapan
09:47 WIB | Selasa, 30 Mei 2017
AJI Kecam Intimidasi FPI pada Pengguna Medsos
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam keras segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan pengekangan kebebasan berekspresi yang belakangan kerap dilakukan Front Pembela Islam (FPI). Aksi anggota FPI mendatangi rumah pengguna media sosial yang dituduh menulis status bernada miring pada Imam Besar FPI Rizieq Shihab serta memaksa mereka meminta maaf di bawah ancaman pidana adalah tindakan teror yang tak boleh dibiarkan.
AJI mencatat bahwa korban intimidasi FPI sudah berjatuhan dalam dua pekan terakhir. Indrie Sorayya (38) seorang perempuan pengusaha di Tangerang, Banten, didatangi puluhan anggota FPI pada Minggu (21/5). Mereka memprotes status Facebook Indrie yang dinilai melecehkan Rizieq Shihab.
"Intimidasi serupa dialami Fiera Lovita (40) seorang dokter perempuan di Solok, Sumatera Barat," kata Ketua AJI Suwarjono dalam pernyataan pers pada Senin (29/5).
Selain itu AJI mengutip penelusuran yang dilakukan SAFEnet, jejaring pendukung kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, yang menemukan setidaknya ada 48 individu di seluruh Indonesia yang kini terancam diburu, diteror dan dibungkam dengan pola-pola kekerasan semacam itu.
Aksi main hakim sendiri yang dilakukan FPI menurut AJI mengancam jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang diatur Pasal 28 (E) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal itu berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
AJI menegaskan bahwa intimidasi dan teror atas pengguna media sosial bertentangan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Konvenan Sipol). Beleid itu mewajibkan Negara untuk menjamin hak sipil dan hak politik setiap warga negaranya.
Selanjutnya AJI mendesak negara dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia untuk melindungi hak berekspresi warga negara, di ranah manapun termasuk media digital. AJI menilai polisi membiarkan intimidasi dan teror atas kebebasan berekspresi, bahkan memfasilitasi ancaman pidana dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas status media sosial warga. Tindakan Polri semacam itu tidak bisa dibenarkan dan justru melanggengkan ketakutan di benak publik untuk mengungkapkan pikirannya secara bebas dan terbuka.
"AJI mengimbau semua pihak untuk ikut aktif menjaga kebebasan sipil dan politik yang sudah kita nikmati sejak era Reformasi Mei 1998. Dukungan bisa disampaikan dengan bersolidaritas pada korban di media sosial maupun turun tangan menekan pemerintah untuk konsisten menjaga hak sipil dan politik warga. Jangan biarkan siapapun merampas kebebasan dan hak-hak kita," kata Suwarjono.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KABAR TERBARU
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...