AJI Kecam Penahanan Jurnalis Prancis di Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam penahanan dua jurnalis Prancis, Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat, pada 6 Agustus 2014 di Papua.
Ketua AJI Eko Maryadi dalam konferensi pers di Kantor Dewan Pers di Jakarta, Jumat (5/9), mengatakan penahanan kedua jurnalis tersebut tidak sesuai dengan iklim kebebasan pers yang didengungkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"AJI menilai aktivitas jurnalistik yang dilakukan Thomas dan Valentine (nama panggilan dua jurnalis Prancis itu) tidak salah karena Indonesia adalah wilayah bebas dan Papua tidak pernah dideklarasikan oleh pemerintah Indonesia sebagai wilayah dengan kondisi tertentu," kata Eko.
Menurut AJI, Eko menambahkan, terdapat inkonsistensi penanganan oleh otoritas Indonesia terkait kasus Thomas dan Valentine karena sepanjang 2012-2013, ada tujuh jurnalis asing yang ditangkap di Papua, namun mereka segera dibebaskan dan dideportasi.
Thomas dan Valentine ditangkap atas dasar Pasal 122 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Imigrasi, mereka dianggap telah menyalahgunakan visa karena melakukan kegiatan jurnalistik menggunakan visa turis.
"AJI menggarisbawahi bahwa satu-satunya hal yang bisa dianggap kesalahan adalah mereka masuk ke Papua dengan visa turis, bukan visa jurnalis," kata Eko.
AJI juga menuntut pemerintah Indonesia agar memperjelas proses pemberian izin peliputan jurnalistik secara bebas di wilayah Indonesia, khususnya Papua.
"Ini penting karena peran media adalah untuk mendapatkan cerita yang tidak `one-sided story` (cerita dari satu pihak)," kata Eko.
Selain itu, AJI mengingatkan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah dua jurnalis Prancis tersebut secara elegan dan bermartabat karena komunitas jurnalis internasional mulai khawatir dengan kebebasan pers di Papua.
"Hingga saat ini, AJI telah menerima enam surat solidaritas bagi Thomas dan Valentine, antara lain dari Federasi Jurnalis Internasional (IFJ), Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di New York dan `France Frontiers Journalists` (Jurnalis Lintas-Batas Prancis)," kata Eko.
Menurut kuasa hukum Thomas dan Valentine, Aristo Pangaribuan dari Firma Hukum Lubis, Santosa dan Maramis, kedua jurnalis tersebut bekerja untuk Arte TV, stasiun televisi berbasis di Prancis.
Aristo mengatakan tempat kedua jurnalis itu bekerja telah memberikan jaminan tidak akan memproduksi dan mendistribusikan materi-materi yang sekiranya dapat mendiskreditkan reputasi Indonesia di dunia internasional.
Kedutaan Besar Prancis di Indonesia juga telah memberikan jaminan bahwa Thomas dan Valentine adalah jurnalis dan tidak terlibat organisasi makar manapun, serta akan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...