Akil Mochtar Pasang Tarif Rp 20 Miliar Pilkada Palembang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar memasang tarif tinggi yaitu Rp 20 miliar untuk memenangkan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Palembang sesuai permintaan Romi Herton.
"Perbuatan terdakwa selaku hakim konstitusi menerima uang sebesar Rp 19,87 melalui Muhtar Ependy yang diberikan Romi Herton diketahui atau patut diduga diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada kota Palembang untuk mengabulkan permohonan Romi Herton dan Harno Joyo selaku pemohon," kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (20/2).
Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan dengan terdakwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Dalam pengurusan sengketa pilkada pilkada kota Palembang, uang Rp 19,87 miliar diberikan melalui orang dekat Akil Mochtar Ependy dari calon walikota Romi Herton yang mengajukan permohonan keberatan hasil pilkada Palembang karena kalah delapan suara (316.915 suara) dengan pasangan pemenang Sarimuda dan Nelly Rasdania (316.923 suara).
Akil menjadi ketua panel hakim konstitusi bersama dengan Maria Farida Indrati dan Anwar Usman untuk memutus sengketa tersebut.
Pada Mei 2013, Akil menelepon Muhtar Ependy agar menyampaikan kepada Romi menyiapkan uang supaya permohonan keberatannya dikabulkan MK. Permintaan itu disanggupi Romi dengan menyiapkan uang Rp 20 miliar.
Uang diberikan Romi melalui istrinya Masitoh pada 16 Mei 2013 di Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat secara bertahap yaitu Rp 12 miliar dan senilai Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat melalui Muhtar Ependy. Sedangkan sisanya yaitu Rp 5 miliar dijanjikan akan diberikan bila putusan dimenangkan.
Pada 20 Mei, MK ternyata membatalkan perhitungan hasil pilkada KPU Kota Palembang sehingga Romi Herton dan Harjono Joyo mendapat 316.919 suara sedangkan Sarimuda dan Nelly Rasdania mendapat 316.896 suara.
Setelah putusan dibacakan, Romi memberikan sisa Rp 5 miliar kepada Muhtar yang lalu ditransfer kepada Akil ke rekening giro atas nama CV Ratu Smagat sebesar Rp 3,87 miliar dan Rp 7,5 miliar secara tunai, sedangkan sisa Rp 8,5 miliar dikelola oleh Muhtar Ependy sebagai modal usaha atas seizin Akil.
Akil didakwa mendapatkan uang total Rp 55,815 miliar dari pengurusan sembilan sengketa pilkada.
Sembilan pilkada yang sudah memberikan hadiah kepada Akil terkait permohonan keberatan hasil pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kabupaten Lebak (Rp 1 miliar), Kabupaten Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500 ribu dolar AS), Kota Palembang (Rp 19,9 miliar), Kabupaten Lampung Selatan (Rp 500 juta), Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Pilkada Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,99 miliar), Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah (sekitar Rp 1,8 miliar) dan janji untuk memberikan Rp10 miliar dari sengketa Pilkada Provinsi Jawa Timur.
Atas perbuatan tersebut, Akil Mochtar didakwa berdasarkan pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup dan denda Rp 1 miliar. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...