Aktivis Myanmar Serukan Tolak Kerja Sama dengan Militer
YANGON, SATUHARAPAN.COM-Aktivis yang menentang junta militer Myanmar menyerukan agar orang-orang berhenti membayar tagihan listrik dan pinjaman pertanian, dan menjauhkan anak-anak mereka dari sekolah, pada hari Senin (26/4). Mereka mencemooh janji jenderal tertinggi pada pertemuan puncak regional (KTT ASEAN) untuk mengakhiri krisis pasca kudeta.
Protes yang tersebar terjadi di kota-kota besar Myanmar pada hari Minggu (25/4), sehari setelah Jenderal Senior Min Aung Hlaing mencapai kesepakatan, pada pertemuan puncak Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta, Indonesia.
Kepala junta tidak tunduk pada seruan pembebasan tahanan politik, termasuk pemimpin pemerintah sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, dan kesepakatan ASEAN tidak memiliki batas waktu untuk mengakhiri krisis.
Sebuah kelompok aktivis pemantau mengatakan 751 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan, ketika para jenderal menggunakankekuatan mematikan dalam menghadapi protes berkelanjutan terhadap kudeta 1 Februari.
Sebuah kampanye pembangkangan sipil dari pemogokan telah melumpuhkan ekonomi dan meningkatkan prospek kelaparan, menurut badan bantuan internasional memperingatkan.
Aktivis pro demokrasi telah menyerukan intensifikasi upaya mereka mulai hari Senin (26/4) dengan menolak membayar tagihan listrik dan pinjaman pertanian, dan agar anak-anak berhenti sekolah.
"Kita semua, orang-orang di kota-kota, desadan kemudian daerah dan negara bagian harus bekerja sama untuk memboikot terhadap junta militer," kata aktivis Khant Wai Phyo dalam pidatonya di sebuah protes di pusat kota Monywa pada hari Minggu.
“Kami tidak berpartisipasi dalam sistem mereka, kami tidak bekerja sama dengan mereka.”
Ratusan pengunjuk rasa turun ke jalan di beberapa kota pada hari Senin (26/4) menurut laporan media setempat. Tidak ada laporan kekerasan.
Aktivis mengkritik kesepakatan yang keluar dari pertemuan ASEAN, yang disebut konsensus lima poin yang mencakup diakhirinya kekerasan, memulai dialog di antara semua pihak, menerima bantuan, dan menunjuk utusan khusus ASEAN yang akan diizinkan mengunjungi Myanmar.
Perjanjian tersebut tidak menyebutkan tahanan politik meskipun pernyataan tersebut mengatakan bahwa pertemuan tersebut mendengar seruan untuk pembebasan mereka. Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik mengatakan 3.431 orang ditahan karena menentang kudeta. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...