Aktivitas Manusia Menyebabkan Es di Kutub Utara Mencair
JERMAN, SATUHARAPAN.COM - Es laut telah mulai mencair di Samudra Arktik setidaknya sejak 1960. Setiap tahun, es laut mencair di Kutub Utara, dan penelitian mengatakan setiap manusia secara pribadi bertanggung jawab atas hilangnya es laut tersebut.
Setiap penumpang di penerbangan dari New York ke Eropa, atau mengemudi menggunakan bahan bakar bensin sejauh 4.000 km, akan mengeluarkan gas rumah kaca yang cukup melelehkan tiga meter persegi es di Samudra Arktik, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science.
Penelitian ini menghitung bahwa untuk setiap metrik ton karbon dioksida yang masuk ke udara, mengakibatkan berkurangnya es di laut Kutub Utara sebesar tiga meter persegi di bulan September. Penelitian yang menggunakan observasi, statistik dan 30 model komputer yang berbeda, menunjukkan gas karbon dioksida yang terperangkap dan menyebabkan panas dan mencairnya es laut, yang dibuat dengan menggunakan rumus matematika yang sederhana.
“Ada "hubungan yang sangat linear'' antara emisi karbon dioksida dan mencairnya es laut pada bulan September,” kata ketua peneliti iklim Dirk Notz, di Max Planck Institute for Meteorology di Jerman, seperti dikutip dari voanews, hari Kamis (3/11).
"Ini sangat sederhana. Emisi dari pembangkit listrik batu bara akan naik ke atmosfer,'' kata Julienne Stroeve, ilmuwan iklim pada dua Pusat Data Es dan Salju Nasional, Universitas Colorado di Boulder AS dan University College, London.
"itu meningkatkan panas di permukaan. Jadi, es yang akan meresponsnya. Satu-satunya jalan adalah dengan bergerak lebih jauh ke utara.''
Stroeve dan Notz menghitung, bahwa Amerika rata-rata setiap tahun bertanggung jawab untuk emisi karbon yang menyebabkan es laut mencair sekitar 50 meter persegi pada bulan September, ukuran tersebut diibaratkan satu kamar apartemen kecil di kota AS.
“Banyak spesies hewan di Kutub Utara sangat bergantung pada es laut, dan kemungkinan mereka akan berjuang untuk bertahan hidup di Samudra Arktik yang menjadi wilayah tanpa es selama musim panas. Misalnya, beruang kutub, yang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di es laut Samudera Arktik, bisa menimbulkan risiko,” kata Notz.
Adapun masa depan es laut di Kutub Utara, penelitian mengatakan, pemanasan global dengan target internasional 2 derajat Celsius seperti yang dijabarkan dalam Perjanjian Paris, tidak akan cukup bagi es laut di wilayah Kutub Utara untuk dapat bertahan. Pada tingkat emisi karbon saat ini, es laut di sekitar Kutub Utara kemungkinan akan lenyap pada sekitar 30 tahun lagi. (voanews.com)
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...