Akuisisi Saham Palyja, Tunggu Gugatan LBH Selesai
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa akuisisi saham PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) sudah siap dibayarkan, tetapi karena masih ada pihak yang menggugat, jadi harus menunggu hingga gugatan selesai.
“Pihak yang menggugat harusnya berpikir, ini untuk kepentingan rakyat DKI juga kan,” kata Basuki di Balai Kota, Jumat (28/3).
Sebelumnya sudah disetujui nilai saham Palyja Rp 1,5 triliun, tetapi karena deviden sudah dibagikan, sekarang nilainya menjadi di bawah Rp 1 triliun.
Seperti diketahui, Palyja merupakan perusahaan swasta penyuplai air bersih untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya, dinilai tidak profesional akibat adanya kekurangan pasokan sampai 40 persen karena mesin pengelola air terendam banjir beberapa waktu lalu, kebocoran pipa, dan pencurian air. Akuisisi saham Palyja melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dengan tujuan menasionalisasikan pengelolaan air bersih di Jakarta.
Akan tetapi karena Jakpro dikenal sebagai BUMD yang bergerak di bidang properti, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) meragukan keputusan tersebut, adalah sebagai bentuk lain dari upaya swastanisasi air di Jakarta. Maka pihak penggugat ini tengah melaporkan hal tersebut kepada Mahkamah Agung (MA).
Basuki mengaku pasrah, dan menyerahkan sepenuhnya urusan tersebut kepada Jakpro, dan membiarkan Jakpro yang berbicara untuk penyelesaiannya.
Sebelum kasus gugat-menggugat ini bergulir, Basuki mengklaim pernah menyampaikan dua pilihan kepada Suez Environment selaku investor mayoritas Palyja.
“Kita kasih dua pilihan, bisa saja kita ambil paksa untuk nasionalisasi tapi melalui arbitrase di Singapura, atau kita beli B to B (business to business), tapi dengan harga yang wajar donk. Akhirnya kita dapat nih, di bawah satu triliun. Sudah deal tinggal beli, tapi ketika kita mau beli, ada gugatan seperti itu,” keluhnya.
Basuki mempertanyakan, apakah harus membiarkan kasusnya menggantung sementara denda yang harus dibayarkan Pemprov DKI akibat ketidakberesan pelayanan air itu terus berjalan, dan wajib dibayarkan Pemprov DKI kepada Palyja. Atau penyelesaian secara B to B.
“Kalau kita tunggu gugatan selesai, berapa tahun bisa beres? Tiga tahun, lima tahun, mau membiarkan kasusnya menggantung sementara dendanya jalan terus?” tegasnya.
“Masalah ini tergantung dari sisi mana anda lihat. Kalau anda ingin tahun ini pemerintah yang menguasai air untuk rakyat, atau tuntut menuntut tunggu 4-5 tahun, itupun belum tentu menang, tapi kita juga tidak mau masuk penjara gara-gara PDAM. Lagipula, kita tahu LSM lebih hebat, kadang LSM bisa mengeluarkan ide macam-macam tapi solusi tidak jelas. Mana ada bisnis yang seperti itu sebetulnya,” ungkap Basuki.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...