Al-Assad Tunjuk Perempuan sebagai Wakil Presiden Suriah
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM - Presiden Suriah, BasharAl-Assad, menunjuk kembali Najah Al-Attar sebagai wakil presiden, demikian dikatakan diplomat veteran, Faruq al-Sharaa seperti diberitakan kantor berita Suriah, SANA.
Attar berusia 81 tahun dan satu-satunya perempuan yang mencapai posisi itu. Dia mengucapkan sumpah pada hari Minggu (20/7), sehari setelah Al-Assad mengeluarkan dekrit yang menyatakan menunjuk kembali dia sebagai wakilnya.
Namun kantor berita AFP melaporkan bahwa keputusan tersebut tidak menyebutkan Faruq Al-Sharaa, seorang politisi veteran yang memimpin kementerian luar negeri selama 22 tahun yang kemudian diangkat oleh Al-Assad sebagai salah satu dari dua wakil presiden pada tahun 2006.
Bahkan Sharaa (berusia 75 tahun) tampaknya telah menghilang dari sorotan politik sejak Al-Assad menggantikan dia dalam kepemimpinan Partai Baath yang berkuasa sejak Juli 2013, tanpa secara resmi memecat dia.
Sharaa adalah satu-satunya pejabat Suriah yang menentang aksi militer Al-Assad untuk menghancurkan perlawanan kelompok pemberontak yang menyebabkan perang saudara berdarah di negara itu hingga tiga tahun lebih.
Kelompok pemberontak berusaha menggulingkan Al-Assad, dan dia politisi veteran dari komunitas Muslim Sunni . Sementara presiden berasal dari kelompok Alawit, sebuah cabang dari Islam Syiah.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Libanon Al-Akhbar pada Desember 2012, Sharaa mengatakan bahwa Al-Assad "tidak menutupi keinginannya untuk solusi militer dalam mencapai kemenangan yang menentukan".
"Tidak ada pemberontakan dapat mengakhiri pertempuran militer. Sama seperti operasi pasukan keamanan dan unit tentara tidak akan menghentikan pertempuran," kata dia.
Dalam wawancara itu, dia juga mengungkapkan bahwa Al- Assad memegang semua kekuasaan kunci di Suriah. Ada perbedaan pendapat di kalangan elite politik, tetapi tidak sampai pada divisi di dalam.
Sharaa berasal dari Daraa, tempat kelahiran pemberontakan yang meletus pada Maret 2011. Diplomat Eropa mengatakan bahwa Sharaa “terbelah” antara kesetiaannya kepada rezim dan kesedihan pertumpahan darah dan kehancuran yang diderita oleh kota kelahirannya.
Setelah tindakan keras mematikan oleh pasukan rezim terhadap demonstran, Suriah mengangkat senjata dan konflik meledak menjadi perang saudara yang mengerikan.
Konflik telah membunuh lebih dari 170.000 orang, menurut sebuah kelompok pemantau, sepertiga dari mereka adalah warga sipil. Sementara hampir setengah dari populasi terpaksa meninggalkan rumah mereka sebagai pengungsi.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...