Alat Deteksi Longsor Raih Penghargaan Kemenristekdikti
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketekunan dalam mengembangkan alat deteksi longsor telah menghantarkan Teuku Faisal Fathani, PhD, memperoleh penghargaan Inovator Teknologi 2015, dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Penghargaan diberikan secara langsung oleh Menristekdikti, Mohammad Nasir dalam peringatan Hari pendidikan Nasional (2/5) di Jakarta. Selain Faisal, penghargaan juga diberikan kepada dua peneliti UGM lainnya yakni Dr. Gde Bayu Suparta, yang mengembangkan perangkat radiography digital dan Prof. Eny Harmayani yang memproduksi glukomanan untuk produk pangan.
Sejak tahun 2007 silam, pria kelahiran Banda Aceh, 39 tahun silam ini bersama dengan Prof. Dwikorita Karnawati mengembangkan sistem peringatan dini sederhana berupa alat manual ekstensometer dan penakar hujan, dalam upaya mengurangi risiko bencana longsor.
Alat pertama yang dikembangkan sudah diaplikasikan di Banjarnegara, Situbondo, dan Karanganyar serta diberbagai provinsi di Tiongkok. Berkat alat deteksi dini longsor ini, warga masyarakat di Kecamatan Pagentan, Banjarnegara dapat terselamatkan dari bencana longsor yang terjadi pada November 2007 lalu.
“Alat ekstensometer yang dipasang berbunyi empat jam sebelum longsor yang menimbun 10 rumah. Bersyukur tidak ada korban jiwa karena warga telah mengungsi sebelum terjadi bencana,” kata dosen Jurusan Teknik Sipil ini, Rabu (6/5) di Kampus UGM.
Berbagai peristiwa bencana longsor, yang kerap melanda sejumlah daerah di Indonesia semakin memacu Faisal bersama tim UGM untuk terus berkarya dengan membangun sistem peringatan dini generasi kedua yaitu alat ekstensometer, tiltmeter, inclinometer dan penakar hujan dengan pencatatan digital (data logger).
Selanjutnya, bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membangun sistem peringatan dini generasi ketiga berbasis telemetri. Kini, lebih dari 100 unit alat peringatan dini telah diaplikasikan di 14 provinsi Indonesia, dan sejumlah perusahaan tambang di luar negeri.”Tahun ini juga akan mengekspor ke Vietnam dan Kroasia,” katanya.
Faisal menyampaikan, pengembangan alat deteksi dini longsor ini selain untuk meminimalisasi risiko bencana, juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap alat-alat produksi asing yang berbiaya mahal. Dengan demikian dengan pembuatan dalam negeri dapat menekan biaya produksi karena sebagian besar menggunakan bahan lokal.
“Alat impor sekitar 10 kali lipat lebih mahal dari harga alat buatan sendiri. Untuk alat ini menggunakan lebih dari 95 persen bahan lokal,” katanya sembari menambahkan dalam pembuatan melibatkan 4 bengkel industri kecil di sekitar DIY dan Jawa Tengah.
Bangun Desa Tangguh Bencana
Faisal menegaskan, memupuk kesadaran, kesiapsiagaan,dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana merupakan hal utama, yang harus dibangun untuk menekan risiko akibat bencana. Sementara alat deteksi dini longsor hanya salah satu dalam membangun sistem peringatan dini. “Penerapan sistem ini jelas merupakan pendukung terbentuknya Desa Tangguh yang merupakan cikal bakal terwujudnya ketangguhan bangsa,” katanya.
Pada akhir Desember 2014, kata dia, sistem peringatan dini dengan 7 sub-sistem tersebut dilaksanakan secara terintegrasi di Dusun Karanggondang, Desa Bojongkoneng, Kecamatan Kandang Serang, Kabupaten Pekalongan.
Disamping itu, untuk membangun masyarakat sigap bencana juga diberikan pelatihan evakuasi longsor pada tim siaga bencana Desa Bojongkoneng, penyusunan peta evakuasi oleh masyarakat bersama tim siaga bencana, serta uji coba peralatan peringatan dini longsor berbasis pemberdayaan masyarakat.
Tidak hanya itu, sejak bulan Januari 2015 sebanyak 20 sistem dari UGM sudah diaplikasikan di lokasi-lokasi rawan longsor lainnya. Sistem peringatan dini tersebut terdiri dari 2 unit ekstensometer, 1 unit tiltmeter, 1 unit penakar hujan, 1 unit repeater, 1 unit sistem sirine atau lampu peringatan, 1set server lokal dengan monitor, PC dan tower antenna penerima. Seluruh sensor dan repeater dilengkapi dengan solar cell, kotak panel dengan dry batteries dan controller dengan sistem telemetri menggunakan Radio Frequency yang tidak memerlukan biaya bulanan. “Ada 160 unit sensor deteksi dini longsor yang penerapannya didukung oleh BNPB. Selanjutnya dalam masterplan pengurangan risiko bencana longsor (2015-2019), sistem early warning sistem ini direncanakan akan dipasang di 1000 lokasi di seluruh Indonesia,” katanya.
Selain membangun kerjasama dengan BNPB atau BPBD dan kementerian terkait, UGM juga telah bekerjasama dengan sektor swasta seperti PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT. Arutmin, PT. Inco Sorowako, dan juga dengan Mercy Corps, R3ADY Asia-Pacific, International Consortium of Landslides (ICL), International Consortium on Geo-Disaster Reduction (ICGdR), GNS-Science New Zealand, Pacific Disaster Center (PDC), DPRI-Kyoto University, Hawaii University dan universitas serta komunitas di Indonesia.
“Sudah saatnya fokus penanggulangan bencana di Indonesia memberikan perhatian lebih besar pada pengurangan risikonya, tidak hanya pada tanggap darurat dan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kerjasama berbagai pihak merupakan pilar penting untuk dapat mewujudkan ketangguhan bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana,”kata Faisal. (ugm.ac.id)
Editor : Bayu Probo
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...