Amendemen Peraturan Anti-Dumping AS akan Rugikan Indonesia
JAKARTA, SATUAHARAPAN.COM - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Dody Edward, mengatakan ekspor ke Amerika Serikat (AS) bakal mengalami tantangan berat akibat hasil amendemen ketentuan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi) yang dikeluarkan pemerintah AS.
Menurut dia, ketentuan ini ditengarai dapat merugikan eksportir Indonesia ke negeri Paman Sam itu.
"Beberapa ketentuan amendemen tersebut memberikan ruang diskresi yang lebih luas bagi otoritas AS dalam memulai dan melakukan penyelidikan tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi) terhadap produk impor ke AS,” kata Dody dalam keterangan tertulis, hari Selasa (29/11).
“Ketentuan ini juga memihak industri domestik AS dalam proses penyelidikan tersebut sehingga berpotensi merugikan eksportir Indonesia yang dituduh melakukan ekspor dengan harga dumping atau mengandung subsidi ke AS," dia menambahkan.
Dody menjelaskan, amendemen ketentuan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi) tersebut, yaitu The Trade Preferences Extension (TPE) Act pada Juni 2015 dan Trade Facilitation and Trade Enforcement (TFTE) Act pada Februari 2016. Aturan tersebut diamendemen berdasarkan masukan dari industri domestik AS.
Dalam ketentuan itu, otoritas AS seperti Department of Commerce (DOC), International Trade Commission (ITC), dan Customs & Border Protection (CBP), dapat tidak mengakui harga jual domestik produk Indonesia karena adanya peran kebijakan Pemerintah berupa kemudahan yang diberikan terhadap produk tersebut di pasar Indonesia.
Menurut dia, amandemen TPE ini juga memberikan kemudahan kepada industri dalam negeri AS. Industri AS dapat mengklaim kerugian akibat impor dengan melarang otoritas AS menyatakan industri domestik tidak merugi akibat impor, hanya karena industri tersebut mendapatkan keuntungan dalam beberapa tahun terakhir.
“Amendemen TPE ini mengamanatkan para eksportir ke AS untuk mengalokasikan sejumlah data tambahan yang mengkompilasi sejumlah besar data dan harga terkait faktor-faktor material dan nonmaterial produk yang diekspor,” katanya.
Sementara itu, amendemen TFTE memberikan keluasan wewenang bagi CBP. CBP yang selama ini melaksanakan ketetapan dumping berdasarkan keputusan DOC, diberi kewenangan lebih apabila memiliki kecurigaan dumping atas barang impor yang masuk ke AS.
Dody menjelaskan, setiap negara berhak mengenakan tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi). Bentuknya berupa bea masuk tambahan terhadap produk impor dumping atau subsidi yang menyebabkan kerugian bagi industri domestik.
Menurutnya, produk dumping sendiri merupakan produk yang diimpor dengan tingkat harga jual ekspor yang lebih rendah dibandingkan harga jual normal di negara pengekspor (negara asal). Sedangkan, produk impor subsidi adalah produk impor yang mengandung subsidi dari Pemerintah Negara asal produk tersebut.
“Namun, sebelum dikenakan kedua tindakan tersebut, terlebih dahulu harus dilaksanakan penyelidikan oleh otoritas negara pengimpor,” katanya.
Dody menambahkan, saat ini AS mengalami defisit pada perdagangan Indonesia-AS yang cukup besar mencapai US$ 8,64 miliar. Dikhawatirkan, defisit tersebut akan dimanfaatkan industri- industri AS pada 2017 untuk melakukan tuduhan dumping dan subsidi, menyusul pergantian Presiden AS yang baru.
Presiden AS terpilih diperkirakan akan semakin memperkuat trade enforcement AS melalui dumping, subsidi, serta peningkatan tarif. Namun, Dody menyampaikan agar para eksportir tetap optimistis terhadap perkembangan tersebut.
"Kemendag akan mengawal serta melakukan upaya pembelaan secara optimal kepada para eksportir Indonesia jika produk ekspornya dituduh mengandung dumping dan subsidi oleh otoritas AS," kata Dody.
Jadi Sasaran AS
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati menyatakan, Indonesia sering menjadi sasaran dari tindakan anti-dumping dan subsidi dari AS.
"Menurut database yang dimiliki, AS telah menginisiasi 30 penyelidikan tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi) atas produk ekspor Indonesia, diantaranya produk kertas, baja, produk kimia, serta makanan dan produk hasil industri lainnya," kata Pradnyawati.
Pradnyawati meminta agar para eksportir Indonesia ke AS dapat memberikan perhatian atau mengantisipasi pelaksanaan ketentuan amendemen tersebut.
“Selain itu, amendemen ini perlu menjadi perhatian khusus bagi para eksportir Indonesia mengingat produk unggulan Indonesia memiliki posisi pasar yang baik di AS, seperti tekstil dan produk tekstil, produk kertas, produk logam, serta produk perikanan dan produk lainnya,” katanya.
Pradnyawati juga menggarisbawahi pentingnya koordinasi dunia usaha secara intensif dengan Pemerintah Pusat dan perwakilan Pemerintah Indonesia di AS.
Editor : Eben E. Siadari
Jaga Imun Tubuh Atasi Tuberkulosis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro, Dr dr Raden Rara Diah Handayani, Sp.P...