Amnesty Internasional Tuding Indonesia Abaikan Hak Terpidana Mati
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - “Warga negara asing yang divonis hukuman mati di Indonesia tidak mendapatkan hak-hak mereka, dan sering kali dipukuli untuk mendapatkan pengakuan mereka,“ kata Amnesty Internasional pada Kamis (15/10), dalam sebuah laporan yang mengecam penggunaan hukuman mati atas kejahatan terkait narkoba.
Kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di London itu juga mengatakan dalam laporan terbaru, warga negara asing yang dijatuhi hukuman mati tidak mendapatkan bantuan hukum dan akses penerjemah yang memadai selama persidangan berlangsung. Mereka juga diminta menandatangai dokumen hukum dalam bahasa yang tidak mereka pahami.
Laporan Flawed Justice itu menyebutkan beberapa contoh, salah satunya ketika Indonesia merendahkan perlindungan bagi terpidana mati. Namun, laporan itu khususnya mengangkat sejumlah pelanggaran yang menyangkut banyaknya warga negara asing yang menghadapi hukuman mati.
“Sedikitnya 35 dari sekitar 120 tahanan, yang menunggu eksekusi mati adalah warga asing,” kata Amnesty. Dua belas dari 14 orang yang ditembak mati tahun ini adalah warga asing, termasuk warga negara Australia, Brasil, dan Belanda.
Seluruh warga asing tersebut divonis mati, karena kejahatan narkoba sesuai dengan undang-undang antinarkoba, yang memicu keberangan internasional. Namun, Presiden Joko Widodo menolak mundur, dan bersumpah tidak akan memberikan ampun bagi para penyelundup narkoba.
Wakil direktur kampanye Amnesty, Josef Benedict, menentang pernyataan Indonesia, yang melaksanakan hukuman mati sesuai dengan undang-undang yang berlaku. “Laporan kami mengungkapkan realitas yang sangat berbeda,” katanya kepada wartawan di Jakarta, "Kami menemukan masalah serius dan endemik dalam sistem peradilan di Indonesia."
Benedict mengatakan, salah satunya adalah seorang tahanan asal Pakistan, yang dipukuli selama tiga hari, sampai dia memberikan pengakuan yang mengarah pada hukuman matinya. Akibat kekerasan itu, tahanan tersebut harus menjalani operasi ginjal dan perut.
Terpidana mati Mary Jane Veloso,yang mengaku tidak bersalah dan mengatakan dia diperdaya oknum penyelundup manusia, saat persidangan hanya diberikan seorang mahasiswa yang tidak memahami bahasanya sebagai penerjemah.
Kementerian Luar Negeri membantah laporan tersebut.
“Seluruh hak narapidana dipenuhi sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir kepada AFP melalui pesan teks.
Juru bicara untuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak memberikan komentar, mengatakan dia belum membaca laporan tersebut.(AFP/Ant)
Editor : Sotyati
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...