Amnesty International Desak Indonesia Lindungi Hak Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Amnesty International mendesak pemerintah Indonesia menjalankan rekomendasi Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Anak yang sudah dibuat pada 2004 lalu yang sampai saat ini dinilai belum dijalankan.
Amnesty International melalui rilisnya mengingatkan supaya Rekomendasi PBB tersebut dapat diimplementasikan untuk memastikan hak-hak anak dihormati dan dilindungi di Indonesia.
Pada 13 Juni 2014, Komite PBB, yang merupakan badan independen terdiri dari para ahli yang bertugas mengevaluasi implementasi dari Konvensi Hak-hak Anak (CRC), mempublikasikan Observasi Akhirnya (Concluding Observations) setelah menilai kepatuhan Indonesia terhadap CRC selama sesi ke-66 mereka di Jenewa.
Komite PBB tersebut mengangkat sejumlah keprihatinan yang sebelumnya sudah diangkat oleh Amnesty International dalam pertemuan-pertemuan dengan pemerintah Indonesia dan yang menjadi sorotan dalam laporan-laporannya.
Komite prihatin bahwa anak-anak dari kelompok minoritas agama tertentu menghadapi “diskriminasi hebat yang terus berjalan” dan menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi terhadap anak berdasarkan agama mereka.
Komite “prihatin mendalam” akan perlindungan yang tidak memadai dari, dan investigasi atas kekerasan terhadap minoritas-minoritas agama, termasuk anak-anak; dan juga bantuan yang tidak memadai kepada para korban, banyak yang kehilangan rumah mereka dalam serangan tersebut dan harus tinggal di tempat penampungan sementara selama beberapa tahun, minim akses yang memadai terhadap air minum bersih dan sanitasi, makanan dan pelayanan kesehatan.
Komite mendesak kepada para pihak yang berwenang untuk mengambil setiap langkah yang dibutuhkan untuk menyediakan perlindungan dan reparasi yang efektif kepada para korban, dan membawa para pelakunya ke muka hukum.
Komite mendesak pemerintah untuk mengamandemen legislasi dan memastikan bahwa semua anak dari kelompok minoritas agama memiliki akses kepada semua pelayanan publik dan dokumen-dokumen legal mereka yang telah ditolak. Menurut Komite, anak-anak dari minoritas agama seringkali ditolak aksesnya terhadap dokumen-dokumen legal mereka seperti akte kelahiran dan juga akses kepada pelayanan publik lainnya.
Komite mengangkat keprihatinannya akan “tindakan represif pemerintah” terhadap kebebasan beragama anak-anak dari kelompok minoritas agama yang, menurut pihak berwenang, tidak menganut kepada enam agama resmi – Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu – berdasarkan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965. Komite menyerukan pemerintah untuk mengubah undang-undang ini supaya bisa secara efektif menjamin kebebasan berkeyakinan, berhati nurani, dan beragama anak-anak dari segala kepercayaan atau agama. Lebih jauh, Komite menyerukan kepada pihak berwenang untuk “mengambil semua langkah yang diperlukan, termasuk meningkatkan kesadaran dan kampanye pendidikan publik, untuk melawan intoleran berdasarkan agama atau kepercayaan lainnya.
Komite mencatat bahwa mutilasi kelamin perempuan tidak secara eksplisit dilarang, dan “sangat prihatin” akan tingginya jumlah anak-anak perempuan yang menjadi korban mutilasi alat kelaminnya. Komite mendesak pihak berwenang untuk melarang mutilasi alat kelamin perempuan dalam segala bentuknya, mempidanakan praktek tersebut, dan memastikan bahwa para praktisi kesehatan sadar akan pemindanaan ini.
Komite mengangkat tingginya jumlah perkawinan dini dan kawin paksa, dan mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang efektif, termasuk semua upaya legislasi, untuk mencegah dan melawan praktik semacam ini.
Komite mengangkat keprihatinannya bahwa sesuai dengan Undang-Undang No. 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual hanya bisa diberikan kepada pasangan yang menikah secara sah, menyebabkan pada pengucilan sebagian besar remaja.
Komite mencatat dengan penyesalan tingginya proporsi buruh anak, khususnya jumlah yang besar dari pekerja rumah tangga (PRT) anak, dan kerentanan mereka terhadap kekerasan dan eksploitasi, termasuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual, dan dikecualikannya mereka dari Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang menyediakan hak-hak dasar buruh.
Amnesty International adalah sebuah gerakan global yang memiliki lebih dari 3 juta pendukung, anggota dan aktivis di lebih dari 150 negara, yang mengkampanyekan penghentian pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Lembaga dunia ini independen dari pemerintah, ideologi politik, kepentingan ekonomi atau agama apapun. Sebagian besar didanai oleh keanggotaan dan sumbangan masyarakat yang memiliki visi agar semua orang dapat menikmati hak sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Universal HAM dan standar HAM internasional lainnya. (PR)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...