Anak Bermain di Luar Ruang Penting Bagi Kebugarannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pakar kesehatan anak mengatakan anak-anak tetap perlu beraktivitas di luar ruangan selama masa pandemi demi kesehatan fisik, mental, dan sosial, walaupun kini berlaku berbagai pembatasan untuk mencegah penyebaran virus corona, termasuk penutupan sekolah dan kewajiban peserta didik mengikuti proses pembelajaran secara daring.
Para pakar kesehatan sepakat bahwa berbagai pembatasan fisik perlu diberlakukan untuk membendung penyebaran virus corona. Pembatasan itu termasuk menghentikan kegiatan pembelajaran tatap muka langsung di sekolah dan menggantinya dengan pembelajaran jarak jauh secara daring.
Eugene Suwandhi adalah diaspora Indonesia berprofesi sebagai dokter spesialis anak yang kini menjabat sebagai salah satu direktur di Adfinitas Health, suatu jaringan perawatan kesehatan multi-spesialisasi yang beroperasi di Maryland, Washington, DC, dan Virginia.
Diwawancarai VOA, Eugene mengatakan walaupun banyak publikasi yang menyatakan bahwa pada anak kasus Covid cenderung lebih ringan, dan kemungkinan anak yang menderita Covid-19 berubah menjadi parah itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa, namun demikian kita tidak boleh lengah karena anak bisa menjadi vektor atau pembawa virus.
“Dalam menangani Covid-19 ini yang paling penting adalah safe. Kita harus yakin bahwa apa yang kita lakukan terutama sesuatu yang aman untuk kesehatan anak-anak, terutama kesehatan mental dan fisik itu penting sekali,” kata Eugene.
Mengingat manusia adalah makhluk sosial, Dr. Eugene khawatir akan dampak pembelajaran daring yang tidak memungkinkan anak-anak melakukan interaksi sosial secara langsung.
“Anak-anak ini dalam tahap perkembangan fisik dan mental, interaksi sosial ini sangat penting. Sebagai dokter anak kami sedang meneliti dan memantau, distance learning ini akan berdampak apa saja dalam fase-fase, dan salah satunya yang paling dikhawatirkan jika anak ini menjadi lebih introvert, anak-anak lebih tidak bisa mengemukakan perasaan. Interaksi sosial ini penting sekali dalam perkembangan mereka untuk menimbulkan jati diri,” ujarnya.
Satu hal, tambah Eugene, yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk daring adalah dengan membatasi waktu melihat layar komputer dan memberi kesempatan bermain di taman dan alam bebas, dengan tetap menaati protokol kesehatan.
“Kesehatan fisik ini salah satunya pada anak sebenarnya kegiatan di luar ruang…..hanya dengan di luar dan bisa berbicara rekan-rekan seumur itu saja sudah bisa meminimalkan dampak negatif dari distance learning atau isolasi.”
“Isolasi pada anak sangat tidak baik,” ujar Dr. Eugene. “Dampak negatifnya sudah banyak sekali dipublikasi, dan itulah yang kita usahakan agar tidak terjadi pada anak-anak kita,” tambahnya.
Diwawancarai secara terpisah, Tobias Braun, seorang ayah dengan tiga anak yang tinggal di Virginia, setuju bahwa anak-anak tetap harus diberi kesempatan bermain di luar rumah.
Dia mengatakan taman bermain merupakan tempat ideal bagi anak-anak. Selain gratis, katanya, tempat bermain lebih aman, menyegarkan dan mendukung perkembangan fisik dan sosial anak.
Dia menyatakan kegembiraannya bahwa dalam masa pandemi ini taman bermain di wilayahnya sudah dibuka kembali.
“Saya ayah tiga anak, dan mereka menggunakan taman bermain seumur hidup, taman bermain yang gratis, sebab jika harus membayar, mereka mungkin tidak akan dapat menggunakan taman sesering yang mereka inginkan. Tidak memiliki kesempatan untuk pergi ke taman bermain karena ditutup, menurut saya tidak baik untuk anak-anak, sebab jika anak-anak ingin pergi mereka bisa saja pergi ke tempat-tempat yang tidak diinginkan,” tuturnya.
Tobias tidak melihat hal buruk pembukaan taman bermain bagi anak-anak di wilayahnya, asalkan tetap mematuhi semua ketentuan protokol kesehatan sebagaimana yang ditempel di setiap pintu taman.
Ketentuan-ketentuan itu yang antara lain melarang siapa pun memasuki taman jika yang bersangkutan memiliki gejala, pernah terpapar, atau pernah menjalin kontak dekat dengan penderita Covid-19.
Ketentuan lain termasuk selalu menjaga jarak sosial, menghindari kontak fisik dengan pengguna taman lainnya, membawa sendiri dari rumah lap anti bakteri dan cairan pembersih dan menggunakannya sebelum, selama dan sesudah bermain.
Pengguna taman juga disarankan memakai masker dan sarung tangan, serta menghindari berkerumun dan segera meninggalkan arena setelah bermain seperlunya.
Jay Braun adalah seorang remaja yang hampir setiap hari bermain di playground dekat rumahnya. Dia menganggap bermain di taman bersama teman sangat bermanfaat bagi kebugaran fisik, mental dan sosial, dan oleh karena itu ketika taman ditutup karena pandemi, dia mengatakan sangat sedih.
“Saya merasa hal itu sangat menyedihkan karena begitulah cara orang melarikan diri secara positif dari rumah dan bertemu dengan teman-teman. Karena penutupan taman, kami tidak bisa pergi ke luar rumah dan terjebak di dalam rumah sepanjang waktu dan tidak bisa berbuat apa-apa.”
Jay Braun menyatakan kegembiraannya bahwa taman-taman bermain di dekat rumahnya kini telah dibuka karena di sanalah dia mengaku bisa melepaskan energi.
“Menurut saya anak-anak membutuhkan taman bermain agar mereka dapat melepaskan semua energi dan memiliki waktu luang dengan teman-teman mereka. Taman bermain harus gratis untuk semua anak sebab jika tidak, maka itu tidak benar dan tidak adil bagi mereka yang tidak mampu,” katanya.
Melihat keterbatasan lahan bermain di Indonesia, Dr. Eugene mengatakan orang tua yang harus memainkan peran sentral, dengan tetap mengusahakan kegiatan di luar rumah, tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Pieter Maharia, ayah tiga anak kecil, yang sehari-hari sibuk sebagai pengusaha dalam bidang penyediaan jasa layanan internet (Internet Service Provider/ISP) di Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga menyadari pentingnya kegiatan di luar rumah demi kesehatan dan perkembangan jasmani, mental, dan sosial anak.
“Selama pandemi ini untuk anak-anak mereka tetap bisa bersepeda. Jadi, kami bebaskan, tetapi hanya di lingkungan terdekat. Jadi, mereka bisa menikmati bermain bersama kawan-kawan, tapi memang kita batasi hanya kawan-kawan tertentu, tidak dalam jumlah yang banyak. Untuk yang masih kecil dia hanya boleh bermain di sekitar rumah, tapi tetap boleh keluar rumah selama pandemi ini, tapi karena masih kecil dia tidak boleh berjumpa dengan banyak orang dulu. Di sekitar rumah itu ada kebun bunga kecil, jadi setiap pagi dan sore dia diajak jalan-jalan di sekitar situ sambil bersepeda,” ungkapnya.
Pieter mengatakan, setiap kali keluar rumah, anak-anak dipastikan selalu mengenakan masker dan tetap mematuhi protokol kesehatan terkait pandemi virus corona.
Hingga 27 September ini sedikitnya 32.880.857 orang di dunia telah tertular virus corona, termasuk 994.810 orang yang meninggal dunia. Amerika, India, Brazil, Rusia dan Kolombia adalah lima negara dengan tingkat perebakan dan jumlah korban meninggal tertinggi di dunia. Indonesia berada di peringkat ke 23, dengan total korban meninggal 3.874 orang.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...