Anak Korban Kekerasan Seksual Perlu Terapi Atasi Trauma
JEMBER, SATUHARAPAN.COM - Psikolog Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember Ria Wiyatfi Linsiya mengatakan bahwa anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan seksual perlu mendapatkan terapi psikologis untuk mengatasi trauma yang dialami korban.
"Kekerasan seksual pada anak usia dini dapat menimbulkan trauma mendalam, mempengaruhi kemampuan sosial, serta menimbulkan berbagai masalah psikologis lainnya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (7/9).
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Jember dan seorang bocah perempuan yang masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK) menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh sepupunya sendiri yang juga seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kabupaten Jember.
Kasus tersebut sudah dilaporkan kepada Polres Jember sejak Januari 2024, namun hingga awal September ini pelaku kekerasan seksual juga belum ditangkap dan proses hukumnya terkesan lambat.
"Kasus itu memicu keprihatinan luas dan menyoroti perlunya penanganan psikologis yang efektif bagi korban. Dampak psikologis terhadap korban kekerasan seksual, terutama anak usia dini, sangat signifikan," tuturnya.
Dosen di Fakultas Psikologi Unmuh Jember itu memberikan wawasan mengenai dampak psikologis pada korban dan langkah-langkah penanganan yang direkomendasikan untuk mengatasi trauma bagi korban.
Ia menggarisbawahi pentingnya pendekatan terhadap kondisi emosional korban. Pada tahap awal, yang perlu dilakukan adalah memberikan validasi emosional dan rasa aman kepada anak.
"Misalnya, mengatakan kamu baik-baik saja sekarang, kamu aman, ada mama disini yang menjaga adik dan pelaku sudah tidak ada lagi. Hal itu sangat penting dibandingkan langsung menginterogasi korban mengenai kejadian tersebut," katanya.
Ria juga menekankan perlunya dukungan dari sistem keluarga untuk membantu korban merasa lebih aman dan membangun kembali rasa percaya diri karena sistem dukungan keluarga sangat krusial untuk memberikan rasa aman dan membantu anak merasa nyaman berbicara tentang pengalamannya.
"Langkah awal lainnya adalah memastikan kondisi emosional korban stabil sebelum memulai sesi konseling. Sebelum memulai terapi intensif, penting untuk memastikan bahwa kondisi emosional anak sudah stabil. Terapi psikologis harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari tekanan tambahan," ujarnya.
Ia juga menyarankan agar korban dijauhkan sementara dari anggota keluarga pelaku untuk mengurangi kemungkinan trauma yang berhubungan dengan pelaku.
"Menjauhkan korban dari lingkungan yang berhubungan dengan pelaku dapat membantu mengurangi efek traumatis dan mencegah pemicu ingatan buruk," katanya.
Dalam situasi seperti itu, lanjut dia, pendampingan psikologis yang menyeluruh sangat penting untuk membantu korban mengatasi trauma dan membangun kembali kesejahteraan mental mereka.
"Langkah-langkah itu diharapkan dapat mendukung proses pemulihan korban dan membantu mereka menghadapi masa depan dengan lebih baik," katanya.
Ia menjelaskan kasus itu mencerminkan kebutuhan mendesak akan perhatian dan penanganan psikologis yang tepat bagi korban kekerasan seksual, serta pentingnya sistem hukum yang responsif dan efektif untuk menangani kasus serupa di masa depan.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...