Anak Suka Makanan Siap Saji Berisiko Lemak Tubuh Tinggi
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Anak-anak yang mengonsumsi makanan siap saji dari restoran atau take away satu kali atau lebih dalam seminggu, cenderung mempunyai lemak tubuh yang lebih banyak dan memiliki faktor risiko jangka panjang menderita penyakit jantung.
Dalam sebuah studi yang melibatkan anak-anak berusia 9 tahun dan 10 tahun, anak-anak yang makan makanan siap saji, juga sering kali mengonsumsi lebih banyak kalori, namun minim vitamin dan mineral dibandingkan dengan anak-anak yang jarang atau tidak pernah makan makanan siap saji, menurut laporan pengarang dari Archives of Disease in Childhood.
"Kebiasaan mengonsumsi makanan siap saji, bisa meningkatkan risiko anak-anak terkena penyakit jantung koroner di kemudian hari dan diabetes tipe 2, dengan meningkatkan kolesterol LDL dan lemak tubuh," kata pengarang utama, Angela Donin, kepada Reuters Health dalam sebuah email, yang dilansir situs voaindonesia.com.
"Kedai-kedai makanan siap saji semakin banyak, demikian juga dengan konsumsi lebih dari setengah jumlah remaja yang melaporkan mengonsumsi makanan siap saji setidaknya dua kali seminggu," kata Donin, peneliti di St. George, University of London.
Pada orang dewasa, konsumsi makanan siap saji secara berkala dihubungkan dengan risiko yang lebih tinggi terkena obesitas, jantung koroner, dan diabetes tipe 2. Namun sedikit sekali yang diketahui mengenai dampaknya untuk kesehatan anak-anak, kata Donin.
"Oleh karena itu, kami ingin melihat berapa banyak makanan siap saji yang dimakan oleh anak-anak dan apakah ada efeknya untuk kesehatan mereka."
Para peneliti menganalisis data dari the Child Heart and Health Study di Inggris, yang melihat potensi faktor risiko penyakit jantung dan diabetes tipe 2 di kalangan praremaja. Peserta penelitan mencakup sekitar 2.000 anak berusia 9 dan 10 tahun di 95 sekolah dasar di tiga kota: London, Birmingham, dan Leicester.
Anak-anak menjawab pertanyaan tentang kebiasaan makan mereka, termasuk seberapa sering mereka mengonsumsi makanan siap saji yang dibeli dari restoran. Makanan yang dibeli dari toserba dan toko bahan pangan, tidak termasuk dalam kategori ini. Foto dari makanan-makanan umum disediakan untuk membantu anak-anak mengingat dan memperkirakan ukuran porsi.
Sekitar seperempat dari jumlah anak mengatakan, mereka tidak pernah atau jarang makan makanan siap saji dan hampir setengahnya mengatakan mereka makan makanan siap saji setidaknya kurang dari satu kali seminggu. Sedikit di atas seperempat anak mengatakan mereka makan makanan seperti ini setidaknya satu kali seminggu.
Anak laki-laki lebih sering mengonsumsi makanan siap saji daripada anak perempuan. Sama halnya dengan anak-anak dari keluarga kurang sejahtera.
Tim peneliti, menggunakan jawaban-jawaban anak-anak mengenai kebiasaan makan mereka untuk menghitung kalori dan asupan gizi. Di kalangan konsumen yang mengonsumsi makanan siap saji restoran secara berkala, makanan yang dikonsumsi biasanya tinggi kalori dan tinggi lemak. Sedangkan asupan protein dan tepung-tepungan rendah dan asupan vitamin c, zat besi, kalsium dan asam folat juga rendah dibandingkan mereka yang tidak makan makanan jenis ini.
Para peneliti juga mengukur tinggi, berat, lingkar pinggang, ketebalan lipatan kulit dan komposisi lemak tubuh anak. Selain itu, mereka juga mengukur tekanan darah dan mengambil sampel darah untuk mengukur kandungan kolesterol.
Tidak ada perbedaan dalam tekanan darah atau seberapa baik tubuh anak-anak menggunakan insulin berdasarkan pada siapa yang mengonsumsi makanan siap saji secara rutin. Namun ketebalan kulit, komposisi lemak tubuh dan lemak darah, seperti kolesterol jahat LDL, semuanya cenderung lebih tinggi di kalangan anak-anak yang rutin mengonsumsi makanan siap saji.
"Anak-anak yang makan lebih banyak makanan siap saji, memiliki kolesterol total dan LDL lebih tinggi (keduanya faktor risiko penting penyakit jantung koroner) dan lemak tubuh," kata Donin.
"Kebanyakan orang-orang yang memesan makanan siap saji, biasanya membeli makanan yang tinggi sodium, lemak dan kalori," kata Sandra Arevalo, yang tidak terlibat dalam penelitian.
"Makanan cepat saji juga memiliki kandungan gizi rendah, artinya rendah vitamin, mineral, serat dan kadang protein," kata Arevalo, ahli gizi terdaftar yang menangani Nutrition Services and Community Outreach di Community Pediatrics, program Montefiore dan the Children's Health Fund di New York. "Bila anak makan makanan ini untuk jangka panjang, Anda bisa mulai melihat konsekuensi kesehatan akibat hal itu."
Arevalo menyarankan orang tua yang harus membawa pulang makanan, menelepon restoran sebelumnya untuk memesan salad, sayuran, nasi merah, daging panggang dan menyediakan makanan yang lebih sehat untuk anak mereka.
"Harganya mungkin mahal tapi Anda bisa membagi menjadi dua porsi makanan dari satu porsi besar," dia mengatakan melalui email. Ide lainnya adalah belajar untuk menyiapkan makanan cepat dan sehat. "Misalnya, hummus, wortel dan biskuit cracker bisa jadi makan siang yang enak, seperti halnya roti lapis tuna atau kalkun dengan tomat dan lettuce. Telur adalah sumber protein yang sangat baik. Anda bisa memasak telur orak-arik dengan bayam, bawang dan tomat dan memakannya dengan roti," kata Arevalo.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...