Analis: Enam Bahaya bila Jokowi Batal Melantik BG
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo berjanji menuntaskan polemik dua institusi hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) setelaah menyelesaikan lawatan ke sejumlah negara di kawasan ASEAN, Senin (9/2).
Sejumlah pilihan pun sudah dipaparkan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dengan harapan tidak memunculkan masalah baru pascakeputusan Presiden Jokowi. Opsi tersebut dikatakan sesuai dengan UU No 22/2002 tentang Kepolisian, yakni pertama, presiden harus memperhatikan proses politik di DPR, lalu presiden harus memperhatikan proses hukum yang ada di DPR, dan terakhir presiden harus melihat pertimbangan etika sosial yang ada di masyarakat.
Berkaca pada hal tersebut, analis politik dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Muradi mengatakan ada enam kemungkinan yang akan terjadi bila Presiden Jokowi batal melantik Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri. Salah satunya, hubungan antara presiden dengan partai politik pengusung (PDI Perjuangan, PKB, Nasdem, Hanura, dan PKPI) akan memburuk.
Sebab, menurut dia, harapan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pada Presiden Jokowi untuk tetap berdiri di garis konstitusi dengan melantik Komjen Polisi Budi Gunawan BG tidak terakomodir.
"Salah satu dampak yang akan terjadi bila Jokowi batal melantik Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri adalah memburuknya hubungan partai politik pengusung yang tergabung dalam KIH," kata Muradi kepada satuharapan.com, di Jakarta, Minggu (8/2).
"Akibatnya, bisa berdampak penarikan dukungan atas pemerintahan saat ini," dia menambahkan.
Mega kian Kecewa
Selain dengan elit politik KIH, menurut Muradi, hubungan Jokowi dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga bisa kian memudar. Dia berpandangan kebijakan membatalkan pelantikan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri akan mengakumulasi kekecewaan putri Bung Karno tersebut pada mantan wali kota Solo itu.
"Megawati akan menganggap Jokowi sebagai figur yang tidak taat konstitusi dan keluar dari esensi serta tujuan bernegara yang mana selama ini diusung PDI Perjuangan. Karakteristik dan warna politik pemerintahan akan makin jauh dari ideologi PDI Perjuangan," ujar Muradi.
Lebih parahnya, dia melanjutkan, akibat hubungan yang memburuk antara Jokowi dengan Megawati akan membuat Presiden RI itu mengambil jalan sendiri yang berbeda dengan garis partai, bisa saja membuat partai politik sendiri atau memilih bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP).
Poin ketiga yang dinilai Muradi akan menjadi akibat adalah penarikan sejumlah menteri dari KIH karena dukungan politik atas pemerintahan Jokowi telah dicabut lebih dahulu. Menurut dia hal tersebut mengarah pada perubahan politik yang bisa saja berimplikasi dengan memburuknya konstelasi politik di Indonesia.
"Ada perubahan besar di mana langkah ini akan membuat proses politik menjadi tidak mudah," tutur salah satu dosen di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD itu.
DPR Meradang
Dampak berikutnya, menurut Muradi, adalah DPR meradang, karena proses yang selama ini berlangsung tidak dijalankan oleh presiden. Bila hal ini terjadi akan ada kemungkinan berikutnya DPR ikut terbelah, karena KMP justru menyokong langkah presiden tersebut.
"Namun hal ini mengisyaratkan tatanan dan etika politik sebagaimana yang diyakini dan ditegaskan dalam konstitusi, porak-poranda karena dinamika opini politik yang seolah mengendalikan kebijakan politik," kata dia.
Akibatnya, Muradi menjelaskan, masalah ini bermuara pada keinginan DPR menggunakan sejumlah hak yang bisa membuat suasana politik kian tak terkendali.
Muradi juga menilai akan adanya kemungkinan terjadi demoralisasi di internal Polri, sebagai akibat dari pembatalan pelantikan tersebut. Sebab, seperti yang diketahui, sejak Pemilihan Presien 2014 lalu, internal Polri terbelah oleh kepentingan politik. Sehingga apabila terjadi pembatalan maka akan membuat internal polri gaduh dan tidak dalam posisi yang stabil.
"Jelas ini akan berpengaruh pada jalannya roda pemerintahan," ucap Muradi.
Ancaman terakhir, kata dia, karena dinamika politik yang tidak stabil, jalannya pemerintahan tidak dalam posisi yang baik. Sejumlah program yang terkait dengan Nawa Cita dan Trisakti pun hanya aka berjalan seadanya tanpa fokus pada apa yang menjadi karakteristik politik pemerintahan saat ini.
"Ujung-ujungnya, publik merasa efektifitas pemerintahan saat ini tidak bisa menjalankan amanat rakyat," tutur Muradi.
Editor : Eben Ezer Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...