Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 13:43 WIB | Selasa, 07 Januari 2014

Anas Urbaningrum Mangkir dari Panggilan KPK

Anas Urbaningrum. (Foto: demokrat.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pemanggilannya keduanya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

“Mas Anas hari ini tidak bisa menghadiri pemanggilan dari KPK. Paling tidak, Mas Anas sampai saat ini belum paham kenapa dipanggil sebagai tersangka,” kata Juru Bicara Ma`mun Murod Al-Barbasy organisasi Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) di gedung KPK Jakarta bersama dengan loyalis Anas lainnya, mantan ketua DPC Cilacap Tri Dianto, Selasa (7/1).

Artinya Anas sudah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK karena pada pemanggilan perdana pada 31 Desember 2013, Anas juga tidak memenuhi panggilan.

“Jadi persoalan dari kita, di PPI secara politis itu terkait proyek-proyek lainnya itu. Ini tidak lazim dalam sebuah sprindik (surat perintah penyidikan), kita tanyakan kepada KPK, proyek-proyek lainnya itu apa? Ini hak Anas memperoleh penjelasan itu, kalau kemudian Anas tidak juga memperoleh penjelasan dari proyek-proyek lainnya itu, akan jadi pertimbangan dari Anas untuk tidak mendatangi pemanggilan-pemanggilan berikutnya,” kata Ma`mun.

Ma`mun menegaskan keyakinan PPI bahwa Anas dilibatkan dalam perang kotor.

“Ini perang kotor, di dalam proses penegakan hukum. KPK kemarin memanggil Suaidi Marasabessy sebagai saksi untuk Anas, padahal saat kongres, beliau masih menjadi pengurus Hanura sehingga tidak ada kaitannya dengan kongres Partai Demokrat, saya yakin orang seperti Suaidi, termasuk TB Silalahi tidak tahu soal kongres tapi dipaksakan menjadi saksi,” ungkap Ma`mun.

Ibas

Ia pun meminta Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Edhi Baskoro Yudhoyono selaku Steering Committee (SC) dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung tersebut diperiksa KPK.

“Sedangkan yang jelas-jelas orang yang tahu persis tentang kongres Demokrat, sebut saja ketua SC, mas Ibas sendiri, sampai saat ini belum disentuh KPK dan info yang kita terima dan sahih, kemarin mas BW (Bambang Widjojanto) juga datang ke Cikeas pukul dua siang didampingi Wamenkumham, Denny Indrayana, saya tidak tahu apa terkait dengan pemanggilan Anas atau tidak,” ujar Ma`mun.

Ma`mun menjelaskan bahwa Anas saat ini tidak pergi keluar Jakarta, tapi berada di rumahnya di kawasan Duren Sawit dan membuka kemungkinan KPK melakukan upaya jemput paksa.

“Asal jemput paksanya jelas, mas Anas punya hak untuk tidak datang dan itu dijamin oleh UU dan konstitusi, asal penjemputan paksanya jelas dan ada aturannya dan tidak melanggar hukum, KPK harus menjelaskan hal ini, karena supaya publik juga tahu,” jelas Ma`mun.

Pada hari Selasa, KPK juga memeriksa sejumlah petinggi Partai Demokrat yaitu anggota Komisi I sekaligus mantan anggota Badan Anggaran DPR Mirwan Amir, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Jhony Allen Marbun dan anggota Komisi IX Gede Pasek Suardika sebagai saksi untuk Anas, ketiga telah tiba di gedung KPK.

Dalam kasus ini, KPK juga telah memeriksa Ketua Pengawas Partai Demokrat Tiopan Bernhard Silalahi dan Wakil Ketua-nya, Suaidi Marasabessy yang mengakui bahwa ada beberapa orang mantan ketua DPC mengadukan pemberian uang saat kongres, selain itu mantan ketua DPC Boalemo, Gorontalo, Ismiyati Saidi juga mengaku ada pemberian uang hingga Rp 50 juta dalam bentuk dolar AS hingga pemberian telepon pintar merek Blackberry.

Ketua tim pemenangan Anas Urbaningrum saat kongres pemilihan ketua umum Partai Demokrat tersebut, Ahmad Mubarok menyatakan ada pemberian uang transpor yang legal dan sudah diketahui oleh Susilo Bambang Yudhoyono selaku ketua Dewan Pembina partai saat itu.

KPK saat ini sedang menggali informasi mengenai sumber pendanaan Kongres Partai Demokrat 2010 yang diduga mengalir dari proyek P3SON Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp 463,66 miliar.

Dalam kasus ini, Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp 200-Rp 1 miliar.

Anas diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya.

Bentuk hadiah tersebut adalah mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp 800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut, saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi plat B-15-AUD. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home