Angelina Jolie Angkat Rahim, Ini "Efek Angelina"
SATUHARAPAN.COM – Dua tahun setelah mastektomi ganda, aktris Angelina Jolie telah memutuskan untuk mengangkat ovarium dan tuba fallopi demi menghindari risiko kanker ovarium. Ahli kanker mengatakan, hal ini merupakan langkah berani dan membawa pengaruh "Efek Angelina".
Istri aktor Brad Pitt dan ibu dari enam anak ini mengatakan bahwa ia telah menjalani operasi ini pekan lalu setelah tes darah menunjukkan tanda-tanda awal dari penyakit kanker.
Jolie (39) membawa mutasi gen BRCA1 yang meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker ovarium. Ibunya meninggal akibat kanker ovarium pada usia 56 tahun.
Dokter spesialis kanker memuji langkah berani bintang Hollywood ini sebagai upaya kesadaran terhadap uji genetik dan operasi profilaksis untuk mengurangi risiko kanker payudara dan ovarium.
"Saya beri apresiasi kepada dia," kata Dr Robert DeBernardo, seorang ahli ginekologi dan onkologi di Klinik Ob/Gyn Cleveland dan Institut Kesehatan Perempuan. "Dia melakukan hal yang baik bagi perempuan di seluruh dunia dengan meningkatkan kesadaran pengujian dan pilihan wanita memiliki BRCA."
"Itu sangat berani," kata Dr Marleen Meyers, asisten profesor kedokteran di Langone New York University (NYU) dan Pusat Kanker Isaac Perlmutter.
Jolie mengatakan, dia mengumumkan keputusannya itu agar wanita tahu tentang pilihan yang tersedia bagi mereka.
"Saya membayangkan apa yang dirasakan oleh ribuan perempuan lain yang menderita," kata Jolie. "Saya berkata pada diri sendiri untuk tetap tenang, untuk menjadi kuat, dan saya akan hidup melihat anak-anak saya tumbuh dan melihat cucu-cucu saya kelak."
Operasi ini memang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker, katanya, tetapi memicu menopause dini. Dia tidak akan bisa memiliki anak lagi.
Efek Angelina
Sebuah studi menunjukkan, keputusan Angelina Jolie saat melakukan masektomi ganda pada 2013 untuk mengurangi risiko kanker payudara itu membuat permintaan pengujian genetik semakin tinngi. Kejadian ini dijuluki "Efek Angelina".
Ahli ginekologi dan onkologi, Dr Jason Knight, berharap pengumuman terbaru Jolie ini akan memicu diskusi penting di antara pasien dan keluarga mereka serta meningkatkan kesadaran bahwa operasi dapat mengurangi risiko bagi orang-orang yang membawa BRCA.
"Ini adalah keputusan yang sangat pribadi dan harus berdasarkan informasi medis yang baik," katanya.
Bulan lalu, sebuah studi advokasi AARP menemukan, angka pengujian BRCA meningkat hampir 40 persen, dimulai saat pengumuman pada Mei 2013 Jolie, dari rata-rata 350 per minggu menjadi 500.
Dr. Meyers mentakan, keterbukaan Jolie akan membantu lebih banyak orang untuk melakukan pengujian genetik, mempertimbangkan operasi profilaksis dan berbicara secara terbuka tentang menopause dan terapi penggantian hormon.
"Saya pikir, langkah Jolie penting untuk keluar dari ketakutan dan meningkatkan dialog tentang kanker dan operasi," tambahnya.
Pembedahan pengangkatan ovarium dan tuba falopi untuk mengurangi risiko kanker telah menjadi pilihan banyak perempuan. Namun, hal itu tidak sepenuhnya menghilangkan risiko penyakit kanker ovarium karena dapat juga menyerang sel-sel lepisan perut.
"Seseorang dengan mutasi BRCA yang sudah melakukan operasi rahim memang mengurangi risiko . Akan tetapi, mereka masih memiliki risiko kanker ovarium sebesar 3 sampai 4 persen," kata Knight.
Setelah operasi pengurangan risiko ini biasanya pasien terus dipantau, tapi setiap kasus memang harus dipertimbangkan secara individual, tambahnya.
“Jolie tahu bahwa ia tetap rentan terhadap kanker”, ungkap Pitt.
"Hal yang indah tentang saat-saat seperti itu dalam hidup adalah bahwa ada begitu banyak kejelasan," katanya. "Kau tahu apa yang Anda hidup dan hal-hal apa."
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengatakan, terdapat sekitar 20.000 wanita mengidap kanker ovarium dan sekitar 14.500 orang meninggal setiap tahun di Amerika Serikat. (reuters.com)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...