Anggota DPD Pertanyakan Urgensi Kereta Cepat Jakarta-Bandung
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Anggota DPD RI AM Fatwa, mempertanyakan urgensi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, karena moda dan akses transportasi kedua kota tersebut sudah baik dan lengkap.
"Akses transportasi Jakarta-Bandung dapat dijangkau pesawat terbang, kereta api, serta kendaraan umum dan pribadi melalui jalan raya dan jalan tol," kata AM Fatwa pada diskusi "Dialog Kenegaraan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (4/11).
Menurut AM Fatwa, dengan moda dan akses transportasi yang lengkap maka urgensi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, sesungguhnya tidak urgen.
Apalagi, kata dia, jarak antara Jakarta-Bandung sekitar 180 kilometer, terlalu dekat untuk dibangun infrastruktur kereta cepat, yang memiliki kecepatan sekitar 250 km per jam.
"Kalau rencana pembangunan kereta cepat itu untuk Jakarta-Surabaya, masih lebih rasional," katanya.
Anggota DPD RI dari Provinsi DKI Jakarta ini juga mempertanyakan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, untuk kepentingan siapa, apakah untuk kepentingan publik atau pihak tertentu.
Fatwa mencurigai, adanya kepentingan "taipan" di balik rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Saya tidak bisa menyebut secara eksplisit siapa taipan, tapi sinyalemen itu ada," katanya.
Aktivis yang pernah dipenjara pada era Orde Baru ini menjelaskan, Indonesia pada era Orde Lama pernah membangun hubungan dagang dengan Tiongkok, sehingga bisa saja Indonesia membangun kembali jalur perdagangan dengan Tiongkok.
MTI: Pembangunan Kereta Cepat Harus Pertimbangkan Keselamatan
Sementara itu, Aktivis lembaga swadaya masyarakat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Milatia Kusuma, mengatakan pembangunan moda kereta cepat hendaknya memperhitungkan aspek keselamatan penumpang.
"Bicara transportasi adalah bicara keselamatan, apalagi menyangkut kereta api cepat," kata Milatia Kusumah pada diskusi "Dialog Kenegaraan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (4/11).
Menurut Milatia, Pemerintah Indonesia yang menjadi penentu pembangunan persetujuan pembangunan moda transportasi kereta api cepat, agar sangat berhati-hati dengan risiko kecelakaan.
Ada dua negara yang tertarik menanamkan investasi pembangunan kereta cepat di Indonesia, yakni Jepang dan Tiongkok.
"Kereta api cepat itu kecepatannya sekitar 250 km per jam, dan jika terjadi kecelakaan, maka sulit diharapkan ada korban selamat," katanya.
Milatia menjelaskan, MTI pernah diundang untuk audiensi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ketika menterinya Armida Alisjahbana, yang menjelaskan soal rencana pembangunan moda transportasi kereta cepat.
Rencananya, kata dia, Pemerintah Indonesia akan membangun moda transportasi kereta cepat Jakarta-Bandung pada 2019.
Anggota DPD RI AM Fatwa mempertanyakan urgensi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, karena moda dan akses transportasi kedua kota tersebut sudah baik dan lengkap.
"Akses transportasi Jakarta-Bandung dapat dijangkau pesawat terbang , kereta api, serta kendaraan umum dan pribadi melalui jalanraya dan jalan tol," kata AM Fatwa.
Menurut dia, dengan moda dan akses transportasi yang lengkap maka urgensi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, sesungguhnya tidak mendesak.
Apalagi, kata dia, jarak antara Jakarta-Bandung sekitar 180 kilometer, terlalu dekat untuk dibangun infrastruktur kereta cepat yang memiliki kecepatan sekitar 250 km per jam.
"Kalau rencana pembangunan kereta cepat itu untuk Jakarta-Surabaya, masih lebih rasional," katanya.(Ant)
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...