Anhar Gonggong: Sistem Peringatan Hari Pahlawan Keliru
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sistem memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November setiap tahun menurut sejarawan Anhar Gonggong mengalami kekeliruan.
“Peringatan Hari Pahlawan biasanya sebatas upacara dan yang mengikuti upacara hanya pejabat, tidak semua orang. Itu sistem yang keliru,” kata Anhar saat ditemui satuharapan.com pada Jumat (7/11) malam di Pondok Gede, Jakarta Timur.
Peringatan Hari Pahlawan yang hanya menjangkau lapisan-lapisan tertentu ini menyebabkan adanya ketimpangan penghayatan. Selain itu, Anhar menilai peringatan hari pahlawan telah mengalami degradasi.
“Pada tahun 50-an peringatan hari pahlawan nasional semarak, namun menjelang tahun 70-an terjadi degradasi,” ujar Anhar.
Menurutnya, kesadaran masyarakat terutama generasi muda untuk mengenang jasa pahlawan menurun karena mereka tidak merasakan secara langsung perjuangan zaman itu.
“Generasi muda harus sadar bahwa memperingati Hari Pahlawan berarti sebuah kerangka untuk melanjutkan keberadaan kita sebagai bangsa yang merdeka dan kemerdekaan adalah sesuatu yang tidak begitu saja datang,” ujar Anhar.
Kemerdekaan yang Cacat
Mempertahankan kemerdekaan seperti yang telah diperjuangkan oleh pahlawan artinya ialah melahirkan berbagai hal. Kemerdekaan terjadi karena adanya proses perlawanan generasi masa lampau menghadapi penjajah. Menurut Anhar, perlawanan dilakukan dengan pengorbanan. “Kemerdekaan tidak begitu saja datang. Merdeka secara resmi berarti tidak terjajah dalam segala bidang. Namun realitasnya, bangsa Indonesia dikatakan belum sepenuhnya merdeka karena masih tergantung kepada negara lain,” kata Anhar.
Sejarawan ini mengungkapkan, pada batas tertentu ketergantungan terhadap negara lain akan mengurangi nilai kemerdekaan.
“Minyak, misalnya. Kita masih tergantung. Kita belum merdeka sebagaimana yang seharusnya. Kemedekaan kita masih cacat karena masih ada orang miskin yang tidak bisa ke rumah sakit, tidak bisa mengenyam bangku pendidikan. Ini melukai pahlawan,” Anhar menjelaskan.
Penetapan Sepuluh November
Sepuluh November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan sebagai simbol bahwa Indonesia pernah berhadapan dengan kekuatan kolonialistik.
“Untuk pertama kalinya kita melakukan pertempuran besar-besaran menghadapi pasukan asing lagi dan pasukan asingnya adalah lawan yang hebat, bukan Belanda tapi justru Inggris. Dan Inggris adalah pemenang Perang Dunia ke-2. Jadi itu ada nilai simbolisnya sehingga pemerintah menetapkan itu sebagai hari yang menampakkan keberanian, kejujuran rakyat mempertahankan kemerdekaannya, menghadapi musuh yang tangguh,” Anhar menjelaskan.
Seluruh rakyat Surabaya, kata Anhar, saat itu melakukan perlawanan besar-besaran. Di sana ada beberapa tokoh yang kini telah ditetapkan sebagai pahlawan.
Proses Panjang Jadi Pahlawan
Pengajuan nama seseoang untuk diusulkan sebagai pahlawan harus dilalui dengan proses yang cukup panjang. Seseorang bisa diangkat menjadi pahlawan tentu ada prosedurnya. Anhar mengatakan, pengajuan nama calon pahlawan dimulai dari bawah.
“Dibicarakan dulu di tingkat kabupaten atau kota, lalu diajukan ke provinsi. Gubernur provinsi kemudian mengadakan seminar dan penelitian. Setelah itu baru diusulkan ke Kementerian Sosial. Di Kemensos ada tim dan merekalah yang menyeleksi calon-calon yang masuk. Setelah itu nama-nama calon pahlawan diajukan ke Dewan Tanda-tanda Kehormatan kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensekneg). Setelah diseleksi di sana langsung diajukan ke presiden,” Anhar menjelaskan.
Menurutnya, tinjauan sejarah berperan penting dalam penetapan nama pahlawan. Melalui dokumen-dokumen sejarah, akan diketahui calon pahlawan tersebut pernah melakukan penyelewengan atau tidak. Seorang calon bisa diperdebatkan menggunakan dokumen sejarah.
“ Itu bertingkat dan panjang prosesnya agar tidak terjadi kekeliruan,” ujar Anhar.
Sementara, wacana penetapan Soeharto sebagai pahlawan memang telah bergaung sejak beberapa tahun terakhir ini. Ketika dikonfirmasi perihal itu, Anhar mengatakan setiap orang bisa saja diajukan sebagai pahlawan. Akan tetapi sebagai sejarawan, ia mengatakan harus ada diskusi yang cukup panjang untuk membahas tentang hal itu.
“Perlu digali lebih dalam lagi,” Anhar memungkasi.
Editor : Eben Ezer Siadari
Kiat Menangani Anak Kejang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Konsultan emergensi dan rawat intensif anak dari Fakultas Kedokteran Univ...