Apa Dampak Kemenangan Trump bagi Muslim di RI?
SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM - Dimulainya era pemerintahan Donald J. Trump di Amerika Serikat membawa pertanyaan apa dampaknya bagi Indonesia. khususnya bagi kaum Muslim. Pertanyaan semacam ini muncul karena sebagian di antara kaum Muslim memandang Trump sebagai tokoh anti-Islam.
Ahli Indonesia yang bermukim di Singapura, Leo Suryadinata, dan koleganya sesama fellow di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Mustafa Izzuddin, menulis sebuah artikel di thediplomat.com, mencoba menjawab pertanyaan ini. Dalam tulisan berjudul What Trump's Victory Means for Muslim-Majority Indonesia, ia antara lain menggambarkan bahwa umat Muslim memiliki perbedaan dalam memandang kemenangan Trump.
Menurut Leo Suryadinata dan Mustafa Izzuddin, Muslim Indonesia dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok, yang diwakili oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, percaya bahwa retorika anti Muslim Trump harus ditanggapi dengan penuh keraguan. Retorika itu dipandang hanya dimaksudkan untuk mengakomodasi basis partai Republik yang konservatif. Ketika Trump memasuki Gedung Putih, kalangan Muslim "moderat" ini berharap Trump tidak memberlakukan kebijakan anti-Muslim, melainkan praktik diplomasi yang didasarkan pada universalitas dan kerendahan hati, terutama terhadap dunia Muslim.
Sedangkan kelompok Muslim lainnya, yang diwakili oleh Muslim "radikal" milik organisasi garis keras seperti Front Pembela Islam (FPI), menurut Leo dan Mustafa, dengan tegas menganggap Trump benar-benar anti-Muslim.
Sejumlah tokoh juga menyuarakan sikap kritis terhadap terpilihnya Trump. Leo dan Mustafa mencatat pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyebut Trump "ancaman bagi perdamaian global." Lalu Din Syamsuddin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyatakan keprihatinan bahwa kemenangan Trump di belakang fanatisme anti-Muslim bisa menghasilkan ketegangan baru antara Amerika dan Muslim dunia.
Menyadari bahwa kemenangan Trump dapat memperburuk tensi di kawasan Asia Pasifik, Menteri Pertahanan, Riyamizar Ryacudu, memperingatkan Trump agar tidak "membawa masalah itu di sini [ke Indonesia], tidak memberi kita lebih banyak masalah." Beberapa politisi Indonesia seperti Fadli Zon, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dilaporkan menyerukan pembatasan atau larangan kepentingan bisnis Trump di Indonesia, sebagai respon terhadap ancaman larangan Muslim dan proteksionisme perdagangan di Amerika Serikat.
Namun, menurut Leo dan Musfata, Trump tampaknya tidak tertarik menjadikan AS sebagai polisi global. Dan, karena itu, Trump mungkin tidak benar-benar tertarik akan Asia Tenggara. Bahkan langkah putar haluan Trump dari kawasan Asia Tenggara mungkin akan menjadi insentif bagi Tiongkok untuk mengisi kekosongan 'penguasa' di kawasan ini. Dan pada akhirnya, Indonesia mungkin akan condong untuk lebih dekat ke Tiongkok.
Tentu saja, menurut Leo dan Mustafa, ini masih tergantung bagaimana Tiongkok mengambil langkah.
Sementara itu, pemerintahan Joko Widodo, menurut Leo dan Mustafa, mengambil pendekatan positif atas pemerintahan Trump. Presiden Jokowi telah mengucapkan selamat atas kemenangan Trump dan mengundang AS melanjutkan hubungan diplomatik dengan RI untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di dunia.
Juru Bicara Kemenlu, Arrmanatha Nasir, mengatakan bahwa Amerika Serikat yang selama ini dilihat sebagai masyarakat yang demokratis dan pluralis, akan tetap begitu. Dia menambahkan bahwa postur anti-Muslim Trump tidak lebih dari tipu muslihat politik untuk menarik pemilih. Menteri perdagangan, Enggartiasto Lukita, meyakinkan pebisnis Indonesia bahwa, meskipun sikap proteksionis Trump, hubungan ekonomi Indonesia-AS akan tetap produktif.
Sejumlah media arus utama di Indonesia, menyuarakan optimisme yang berhati-hati. The Jakarta Post menulis editorial dengan judul, "Congrats Donald Trump." Dikatakan, meskipun retorika Trump yang kasar dan menyakitkan, "janji Trump untuk bergaul dengan semua bangsa merupakan indikasi bahwa AS di bawah dia bisa melakukan hubungan yang baik dengan Indonesia." Kompas pada dasarnya mengikuti arah pesan ucapan selamat Jokowi dan lebih terfokus pada dampak Trump pada perekonomian Indonesia. Sementara Republika, yang sering mengkritik Jokowi, hanya melaporkan pesan ucapan selamat Jokowi tanpa terlalu mengkritik.
OpenAI Luncurkan Model Terbaru o3
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Dalam rangkaian pengumuman 12 hari OpenAI, perusahaan teknologi kecerdasan...