Apa Risiko Naik Bus, Kereta, dan Pesawat di tengah Wabah Virus?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyebaran virus corona, mendorong pemerintah membatasi perjalanan masyarakat. Di Jakarta, jadwal operasi Transjakarta dan MRT sudah dikurangi.
Apakah aman untuk naik angkutan umum, termasuk kereta, bus, dan pesawat, berikut ini jawaban dari beberapa pertanyaan yang dilansir dari bbc.com pada Senin (18/3).
Apa Potensi Risiko Naik Kereta dan Bus?
Belum diketahui secara pasti bagaimana virus corona menyebar, tetapi virus serupa yang lain, dapat masuk ke tubuh seseorang dari percikan batuk atau bersin orang yang terinfeksi, atau menyentuh permukaan yang sama dengan mereka.
Partikel virus corona dipercaya mungkin tidak berkeliaran di udara dengan cara yang sama seperti partikel flu, jadi, orang harus berhubungan dekat satu sama lain untuk terinfeksi.
Pedoman Pusat Kesehatan Inggris tentang virus corona, mendefinisikan "kontak dekat" berarti, berada dalam jarak dua meter dari orang yang terinfeksi selama lebih dari 15 menit.
Jadi banyak potensi risiko infeksi pada kereta api dan bus, bergantung pada seberapa ramai transportasi publik, dan ini akan bervariasi di berbagai bagian negara dan rute yang berbeda.
Jika Anda bepergian dengan kereta atau bus yang relatif kosong, risiko Anda akan berbeda.
Seberapa baik kendaraan berventilasi dan berapa lama Anda menghabiskannya juga akan berpengaruh.
Pembersihan bus atau kereta juga akan menjadi faktor.
Menurut Lara Gosce, dari Institut Kesehatan Global, "penting untuk membatasi jumlah kontak dekat dengan individu lain yang berpotensi terinfeksi,".
"Dalam hal perjalanan, hindari jam-jam sibuk jika memungkinkan," katanya.
Ia menyarankan, jika memungkinkan, penumpang harus memilih rute yang hanya melibatkan satu alat transportasi.
Di Jabodetabek sendiri, rangkaian kereta rute Bogor/Depok menuju Jakarta Kota/Angke/Jatinegara, yang menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disebut paling memiliki risiko penularan COVID-19, per harinya melayani lebih dari 500.000 orang.
VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Anne Purba, mengatakan pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah antisipasi untuk mencegah penularan.
"(PT KCI) rutin membersihkan seluruh rangkaian kereta seusai beroperasi dengan menggunakan cairan pembersih yang mengandung disinfektan. (PT KCI juga) menugaskan On Trip Cleaning yang membersihkan rangkaian kereta saat sedang beroperasi melayani pengguna," kata Anne.
Selain itu, ia menambahkan, pihaknya sudah menyediakan lebih dari 700 botol hand sanitizer untuk 88 rangkaian kereta, dan 80 stasiun dan mewajibkan pegawai yang berinteraksi langsung dengan pelanggan untuk cek kesehatan, termasuk suhu tubuh, sebelum berdinas.
Sementara, Transjakarta dan MRT Jakarta dikurangi rute dan jam operasinya untuk mencegah penularan antarwarga (mulai Senin Maret) hingga dua pekan ke depan.
Transjakarta hanya beroperasi di 13 rute dengan waktu tunggu 20 menit, dengan waktu operasional mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.
Sementara, untuk MRT, waktu operasi yang semula dimulai dari pukul 05.00 - 24.00 WIB menjadi pukul 06.00 - 18.00 WIB dengan waktu tunggu menjadi 20 menit (sebelumnya 5-10 menit).
Kereta MRT Jakarta juga dikurangi dari 16 rangkaian menjadi empat rangkaian.
Pesawat
Banyak orang percaya, Anda cenderung jatuh sakit di pesawat, karena Anda menghirup udara "basi".
Nyatanya, udara di pesawat mungkin lebih baik daripada di kantor rata-rata (dan hampir pasti, lebih baik daripada kereta atau bus).
Ada lebih banyak orang, dalam jarak sekitar 30 centimeter, yang dapat meningkatkan risiko penularan, tetapi udara pesawat berubah dalam kecepatan tinggi.
Profesor Quingyan Chen di Universitas Purdue, yang mempelajari kualitas udara di kendaraan yang berbeda, memperkirakan bahwa udara di pesawat diganti sepenuhnya setiap 2-3 menit, jauh lebih cepat dibandingkan dengan 10-12 menit di gedung ber-AC.
Itu karena ketika Anda berada di pesawat, udara yang Anda hirup sedang dibersihkan oleh sesuatu yang disebut saringan udara partikulat efisiensi tinggi (Hepa).
Sistem ini dapat menangkap partikel yang lebih kecil daripada sistem pendingin udara biasa, termasuk beberapa virus.
Saringan ini menghisap udara segar dari luar dan mencampurnya dengan udara yang sudah ada di dalam kabin, yang berarti bahwa pada suatu saat separuh udaranya segar dan sebagian lagi tidak.
Banyak sistem pendingin udara biasa hanya mensirkulasi ulang udara yang sama untuk menghemat energi.
Infeksi seperti yang disebabkan virus corona, dapat ditularkan melalui menyentuh permukaan yang terkontaminasi dengan tetesan infeksi seseorang, apakah itu tangan orang yang terinfeksi atau pegangan pintu.
Vicki Hertzberg, dari Emory University di AS, mengambil sampel dari permukaan pada 10 penerbangan lintas benua pada tahun 2018 dan menemukan permukaan itu "tampak seperti ruang tamu Anda".
Dengan kata lain, tidak ada yang menonjol dalam sampel pesawat dibandingkan dengan tes yang telah mereka lakukan di bangunan dan jenis transportasi lainnya, katanya.
Tetapi sulit untuk menggeneralisasi risiko pada semua moda transportasi, karena ada berbagai faktor yang menambah atau mengurangi risiko.
Sebagai contoh, pada penerbangan jarak jauh, penumpang mungkin akan bergerak lebih banyak dan, jika mereka terinfeksi virus, risiko penyebaran dapat terjadi.
Pedoman WHO mengatakan posisi dengan risiko tertinggi adalah di dua baris di depan, di belakang, atau di samping orang yang terinfeksi.
Tetapi selama wabah SARS 2003, pesawat yang membawa satu orang yang terinfeksi, 45 persen dari mereka yang terkena penyakit itu tidak duduk dalam dua baris dekat orang yang terinfeksi.
Saran yang biasa berlaku adalah mencuci tangan, membersihkan permukaan benda, jika memungkinkan, dan bersin dan batuk dalam tisu.
Satu hal yang harus diperhatkan tentang perjalanan udara adalah, bagaimana ia dapat mengangkut orang yang berpotensi menular dari satu bagian dunia ke bagian lain. (bbc.com)
Rusia Tembakkan Rudal Balistik Antarbenua, Menyerang Ukraina
KIEV, SATUHARAPAN.COM-Rusia meluncurkan rudal balistik antarbenua saat menyerang Ukraina pada hari K...