Apa yang Dapat Dikerjakan Gereja terhadap Pemanasan Global ?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dosen Sekolah Tinggi Teologia (STT) Jakarta, Johanis Haba, atau yang biasa disapa John Haba, menanyakan kepada mahasiswa yang hadir di Kuliah Umum “Resilient City (Kota Tangguh Bencana)” apakah yang dapat dilakukan gereja dan umatnya dalam mengatasi pemanasan global yang terjadi saat ini di berbagai tempat di dunia.
“Jika kita sudah melihat tentang perubahan iklim dan bagaimana ketahanan kota terhadap bencana, pertanyaannya ialah apa kira kira yang bisa dilakukan lembaga keagamaan dalam pemanasan global,” kata dia saat memberi penjelasan di Kuliah Umum “Resilient City (Kota Tangguh Bencana)” di STT Jakarta, hari Selasa (20/9).
John mengatakan pemanasan global bukan barang baru dalam kehidupan sehari-hari, namun di sisi lain dia melihat banyak gereja atau organisasi keagamaan yang kurang menyorot atau menaruh kepedulian kepada masalah lingkungan. “Pertanyaan saya, hal ini (pemanasan global) bukan barang asing buat kita,” kata dia.
Dia menyarankan bila generasi muda di Indonesia pada umumnya, dan mahasiswa-mahasiswi STT Jakarta pada khususnya apakah sudah melakukan upaya paling mudah untuk menjaga lingkungan. “Apakah ada yang mau menulis skripsi, tesis atau disertasi tentang hal ini, nah silakan kita renungkan bersama,” kata dia.
John memberi saran kepada mahasiswa-mahasiswi STT agar menulis atau lebih banyak membuat publikasi ilmiah tentang kesadaran lingkungan.
Menurut dia hal tersebut adalah hal yang aktual, karena mahasiswa atau generasi muda yang mengambil mata kuliah teologi tidak selalu membicarakan hubungan Tuhan dan Manusia atau seputar antariman saja, tetapi ada kerja nyata untuk membuat sebuah publikasi ilmiah tentang lingkungan dalam karya tulis atau kerja nyata lainnya yang berhubungan dengan pencegahan pemanasan global.
Dia mengatakan masalah lingkungan acapkali terlupakan berbagai kalangan, termasuk kalangan gereja. Ia mengatakan jika gereja belum memikirkan langkah besar, maka seharusnya umat atau kelompok kecil dari umat sebuah gereja harus berbuat sesuatu sebagai rasa tanggungjawab terhadap lingkungan.
“Kalau kalian mencermati surat resmi Paus Fransiskus tentang lingkungan itu sangat bagus karena dipuji ahli lingkungan karena masih ada kesadaran tentang lingkungan, nah inilah sebenarnya yang dibutuhkan kawan-kawan pendeta,” kata dia.
Beberapa waktu lalu, seperti dikutip The Independent, Paus Fransiskus mengemukakan beberapa pokok pikiran penting dalam kaitannya dengan “World Day of Prayer for the Care of Creation” atau Hari Doa Gereja Sedunia untuk Perawatan Penciptaan.
Paus memperingatkan pemanasan global terus menerus terjadi dan hal tersebut membuat banyak orang kesusahan dan menderita. “Pemanasan global terus menerus terjadi karena ulah manusia, 2015 adalah tahun terpanas, dan 2016 kemungkinan masih panas. Hal ini menyebabkan terjadinya kekeringan yang parah, banjir, kebakaran dan cuaca ekstrem,” kata Paus Fransiskus.
"Perubahan iklim juga berkontribusi terhadap krisis pengungsi, dan menambah kemiskinan di dunia, karena saat ini belum ada yang bertanggung jawab untuk perubahan iklim, dan yang paling rentan adalah mereka yang sudah menderita,” kata Paus.
John mengatakan mengatakan imbauan Paus Fransiskus tersebut adalah ungkapan yang konkret bagi gereja untuk berbuat nyata. “Sekarang saya tanya, di gereja bapak ibu sekalian tanam berapa pohon di depan gereja, atau jangan-jangan malah ditebang semua,” kata dia.
Gereja memiliki pengaruh sangat besar, kata dia, karena di beberapa daerah gereja sangat potensial untuk melakukan kerja sama yang terkait urusan lingkungan.
“Kunci lainnya adalah kesadaran, apakah ada kesadaran kita hidup di lingkungan yang rusak atau nggak,” kata dia.
Dia mengatakan seandainya umat dan gereja sama-sama tidak memiliki kesadaran atas kerusakan lingkungan maka akan sulit mencari teknologi yang akan digunakan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
Dia menambahkan gereja harus menyadarkan mentalitas umat agar memiliki kesadaran akan lingkungan. “Masalah sampah adalah masalah besar bagi kita karena berkali kali saya lihat orang dengan kendaraan bagus tetapi mereka buka kaca, dan mereka buang tissue di jalan raya secara sembarangan. Ini menurut saya sudah salah, karena seharusnya mentalitas orang yang duduk di mobil dengan harga lebih dari satu miliar rupiah seharusnya mentalitasnya bukan tukang becak,” kata John.
Editor : Eben E. Siadari
Wapres Lihat Bayi Bernama Gibran di Pengungsian Erupsi Lewot...
FLORES TIMUR, SATUHARAPAN.COM - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka mengunjungi seorang b...