Apa yang Terjadi Jika Timur Tengah Tanpa Orang Kristen? (2)
SATUHARAPAN.COM – Saat angin malam menyapu ibukota Yordania, Amman, puluhan pengungsi Irak keluar dari Paroki Hati Kudus, menyentuh atau mencium salib dalam perjalanan mereka keluar.
Di antaranya adalah Mofed, seorang Kristen Arab yang baru-baru ini melarikan diri dari kekacauan di negeri asalnya. Setahun lalu, Mofed—seperti pengungsi lainnya, hanya akan memberikan nama depannya karena takut diserang kelompok ekstrem—menjalankan toko foto di Baghdad. Lalu suatu hari beberapa orang datang ke toko dan memberinya tiga pilihan: menjadi Muslim, membayar pajak (jizyah) $ 70.000 (Rp 858 juta)per kapita dikenakan pada non-Muslim, atau dibunuh, bersama dengan keluarganya.
“Anda membayar, atau terbunuh,” kata istrinya, Nuhad. “Tidak ada pilihan lain. Jika Anda mengatakan, ‘Ya, saya akan menjadi Muslim,’ tidak ada masalah. Itu adalah tujuan mereka, Anda menjadi mualaf.”
Mofed dan Nuhad memutuskan untuk melaksanakan pilihan keempat: melarikan diri tanah air mereka, membawa tiga anak mereka bersama mereka. Keputusan mereka adalah simbol dari hal-hal yang telah dilakukan sekitar setengah juta orang Kristen sejak invasi di bawah pimpinan AS ke Irak pada 2003 dan perang saudara brutal berikutnya di sana. Selama waktu itu, ekstremis Muslim telah menyerang lebih dari 60 gereja Kristen di seluruh negeri. Ini termasuk pada 2010 saat kelompok yang terkait Al Qaeda menyerang massa di Gereja Bunda Sang Juruselamat yang menewaskan 58 jemaat.
Perkembangan kelompok jihad setelah jatuhnya Saddam Hussein, ditambah dengan kebangkitan Islam politik, telah membuat lingkungan yang sudah tegang bahkan lebih tak tertahankan bagi komunitas Kristen di negara itu. Padahal, komunitas Kristen telah menjadi bagian dari masyarakat Irak selama lebih dari 1.900 tahun.
Walaupun banyak umat Islam telah melarikan diri dari kekacauan di Irak juga, proporsi pengungsi Kristen tidak proporsional. Empat tahun perang Irak, orang-orang Kristen—5 persen dari populasi di Irak sebelum perang—menyumbang 15 sampai 18 persen dari pengungsi Irak yang terdaftar di negara-negara tetangga, menurut Palang Merah Internasional. Saat ini, kurang dari 500.000 orang Kristen tetap berada di Irak dari populasi sebelum perang dari 1.000.000-1.400.000.
Kristen Suriah
Orang Kristen di Suriah mengkhawatirkan hal yang sama bisa terjadi di negara mereka. Di Suriah, perang saudara telah menyebabkan kenaikan kelompok militan, beberapa yang berafiliasi dengan Al-Qaeda. Banyak jemaat yang pernah membanggakan diri menjadi bagian dari salah satu komunitas Kristen paling aman di Timur Tengah sekarang menghadapi penculikan atau kematian. Militan Muslim menargetkan bisnis Kristen juga. Dalam beberapa bulan terakhir, para jihadis telah melakukan serangan terhadap kota Maaloula, tempat banyak warga masih berbicara bahasa Aram, bahasa Yesus.
Athraa, seorang ibu muda Suriah, mengungsi dari desanya di perbatasan Suriah-Irak dengan suami dan dua anak laki-laki untuk menghindar dari bahaya.
“Kami perkirakan, yang telah terjadi di Irak terjadi di Suriah juga,” katanya, berbicara di apartemen sederhananya di Amman. Kopernya bergoyang-goyang di atas lemari rusak.
Sebelum pemberontakan pecah pada Maret 2011, para ahli memperkirakan bahwa orang Kristen mewakili lima sampai delapan persen dari penduduk Suriah yang 22 juta orang. Patriark Suriah dari Gereja Katolik Yunani Melkite baru-baru ini menyatakan bahwa sebanyak 450.000 dari dua juta pengungsi Suriah saat ini adalah orang Kristen, meskipun angka tersebut sangat bervariasi dan sulit untuk dikonfirmasi.
Mesir
Walaupun di Irak dan Suriah adalah tempat kemungkinan terjadi kekerasan meluas terburuk terhadap orang Kristen, beberapa serangan anti-Kristen yang paling terkonsentrasi tahun ini terjadi di Mesir. Ini menjadi perhatian khusus bagi orang Kristen di tempat lain di wilayah ini. Sebab, penduduk Kristen Mesir, sekitar sembilan juta, adalah populasi Kristen terbesar di Timur Tengah. Keruntuhan gereja di sana akan sangat menurunkan semangat orang-orang Kristen.
Orang Kristen Mesir, 10 persen dari populasi, menghadapi pembatasan keras untuk membangun atau merenovasi gereja-gereja. Warga Kristen mengatakan bahwa mereka sering menghadapi diskriminasi di sekolah dan tempat kerja. Serangan terhadap orang Kristen dan tempat ibadah mereka meningkat di tahun-tahun terakhir pemerintahan Hosni Mubarak, yang digulingkan dalam pemberontakan Januari 2011.
Saat kelompok Islamis memperluas kekuasaan mereka setelah kejatuhan Mubarak, banyak orang Kristen mengatakan ancaman dan serangan berlipat, terutama setelah pemilihan Mohamed Morsi sebagai presiden. Tapi, kekerasan tidak berkurang setelah Morsi dan Ikhwanul Muslimin telah dihapus dari kekuasaan pada musim panas ini oleh pihak militer. Banyak Islamis menyalahkan orang Kristen. Orang Kristen dituduh mendukung kudeta. Dan, pendukung Morsi marah menyerang puluhan gereja di seluruh Mesir pada Agustus.
Samuel Tadros, penulis Motherland Lost: The Egyptian and Coptic Quest for Modernity, menyebutnya serentetan aksi kekerasan terburuk untuk Mesir Koptik sejak abad ke-14.
Bukan hanya orang Kristen yang peduli. Sheikh Ali Gomaa, Mufti Agung Emeritus dari Mesir dan salah satu dari empat ulama Muslim senior yang menghadiri konferensi Kristen Arab di Amman musim gugur ini, mengecam serangan dan penganiayaan terhadap gereja, dan penghinaan terhadap orang-orang Kristen di Mesir.
“Ini adalah pelanggaran besar tidak hanya pada tingkat kemanusiaan, tetapi pada tingkat Islam juga,” katanya. “Ini adalah tugas kita untuk menghilangkan kepahitan ini dan ketegangan, yang mengorbankan saudara-saudara kita di Mesir.”
Di tempat lain di Timur Tengah, situasi yang lebih tenang tapi masih sulit bagi banyak orang Kristen. Di Yordania, orang Kristen membentuk tiga sampai empat persen dari negara itu 6,3 juta warga tetapi memiliki kuota parlemen dari enam persen dan pemerintah yang mempromosikan dialog antaragama. Di Lebanon, populasi Kristen tetap blok terbesar di kawasan ini dalam hal persentase, dengan sekitar 36 persen, dan Kristen dijamin setengah kursi di parlemen oleh hukum.
Kristen Gaza
Di Gaza, kurang dari 2.000 orang Kristen tetap. Militan Muslim telah mengebom gereja, membunuh orang Kristen terkemuka, dan memaksa mereka masuk Islam. Di Tepi Barat, orang-orang Kristen Arab lebih baik daripada banyak di beberapa bagian wilayah itu, tetapi hanya sekitar 50.000 tinggal di sana—sekitar dua persen dari populasi, turun dari 10 persen pada 1920. Sebagian besar perubahan itu, karena pertumbuhan yang lebih cepat jumlah Muslim daripada penurunan aktual dalam total jumlah orang Kristen.
Satu pengecualian adalah Israel. Di Israel, populasi Kristen telah tumbuh hampir lima kali lipat menjadi 158.000, sejak negara itu berdiri pada 1948. Meski begitu, persentase mereka telah menurun dari sekitar 3 persen menjadi 2 persen. Dan, para kritikus mencatat bahwa keluarga Kristen Palestina yang melarikan diri atau dipaksa keluar sesaat sebelum berdiri Israel yang persentase rendah orang Kristen. Sebagian besar peningkatan ini disebabkan oleh imigrasi orang-orang Kristen dari bekas Uni Soviet, di bawah hukum Israel yang diperluas, yang menyambut mereka yang beribu Yahudi atau nenek Yahudi dari pihak ibu.
Tapi, ada juga komunitas yang kuat dari orang-orang Kristen Arab Israel—meskipun mereka bukan tanpa tantangan mereka. Di Nazareth, misalnya, Islam berusaha untuk membangun sebuah masjid yang menutupi Gereja Annunciation. Ketika digagalkan oleh Israel, kaum Islamis ngotot membuat banner memproklamirkan ayat Alquran, Surah Ali Imran ayat 85: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Michael Oren, yang baru-baru ini mengundurkan diri sebagai duta besar Israel untuk Amerika Serikat, mengakui bahwa ada diskriminasi terhadap orang-orang Kristen di Israel tetapi mengatakan itu dilakukan oknum bukan kebijakan pemerintah. “Jika dibandingkan dengan yang terjadi di wilayah ini, Israel adalah sebuah oase bagi orang Kristen,” kata Michael Oren.”Timur Tengah adalah tempat orang Kristen teraniaya dan tidak ada yang melakukan banyak untuk mengubah keadaan itu.” (bersambung)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...