Apindo: Utang Swasta Tak Masalah, Khawatir Utang Pemerintah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani membantah utang luar negeri swasta dewasa ini sudah memasuki fase lampu merah yang menekan rupiah dan membahayakan perekonomian.
“Kalau itu saya tidak setuju. Kita harus lihat lampu merah utang luar negerinya siapa dulu. Ada yang bilang swasta. Tapi kita lihat lagi, swasta itu siapa yang tidak ada jaminannya,” kata Ketua Umum Apindo, Hariyadi B Sukamdani kepada satuharapan.com di Hotel JS Luwansa, Jakarta, hari Senin (21/9).
“Kalau yang tidak jaminannya itu besar, itu bisa kita duga bahwa sister company yang punya utang. Biarin saja itu. Karena kalau dia murni utang, tidak mungkin karena pasti ada jaminannya. Kalau dia sampai gagal bayar, maka disita asetnya. Kalau itu saya tidak khawatir,” kata dia menambahkan.
Hariyadi mengatakan, dirinya justru mengkhawatirkan utang luar negeri pemerintah di tengah pertumbuhan ekonomi saat ini.
“Justru yang saya khawatir itu utangnya pemerintah. Utangnya pemerintah itu underlying-nya bagaimana? Dengan pertumbuhan ekonomi seperti ini. Kalau swasta jelas, kalau tidak bisa bayar tinggal disita saja. Tinggal diambil sahamnya. Tapi kalau pemerintah bagaimana?” katanya.
“Tadi yang saya bilang yang tidak ada underlying asetnya, tidak ada jaminannya itu sudah pasti sister company. Sister company itu jadi perusahaan yang ada di Indonesia punya utang dengan induknya yang di luar negeri. Kalau itu kan tidak perlu jaminan, malah itu justru dia ingin menghindari pajak. Utangnya digede-gedein supaya kelihatan beban bunganya besar jadi pajaknya kecil. Dia begini malah happy, ini jadi rugi kan tambah tidak bayar pajak lagi,” kata dia menambahkan.
Menurut Hariyadi, utang luar negeri swasta tidak perlu dikhawatirkan. Dia menilai, utang pemerintah harus diperbaiki kualitas pinjamannya untuk hal yang produktif.
“Kalau gitu sih (swasta) biarin saja, itu tidak perlu dirisaukan. Malah utang pemerintah yang menurut saya harus diperbaiki kualitas pinjamanannya. Supaya jangan minjam untuk bayarin anggaran rutin gitu. Kalau orang minjem itu untuk hal yang produktif,” kata Ketua Umum Apindo itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, utang luar negeri swasta dewasa ini sudah memasuki fase lampu merah yang menekan rupiah dan membahayakan perekonomian. Jumlah utang luar negeri swasta kini mencapai 53,8 persen dari total utang luar negeri Indonesia, naik tiga kali lipat hanya dalam tempo 10 tahun.
Utang swasta pada tahun 2005 baru 50,6 miliar dolar Amerika Serikat lalu meningkat menjadi 80 miliar dolar AS pada akhir 2007. Kemudian naik lagi menjadi 156,2 miliar dolar AS pada akhir Agustus 2014. Sedangkan posisi utang luar negeri swasta pada Desember 2014 mencapai 163,47 dolar AS.
Menurut Herdi Sahrasad, Peneliti Senior PSIK Universitas Paramadina dan Pengajar Paramadina Graduate School, tahun 2015 utang luar negeri swasta pada kuartal I sudah mencapai 165,3 miliar dolar AS. Dengan demikian rasio pembayaran utang luar negeri swasta terhadap pendapatan ekspor atau yang dikenal dengan istilah debt service ratio (DSR) juga meningkat.
Pada kurun 2005-2007 DSR baru sekitar 15 persen, sekarang sudah mencapai 54 persen. Padahal menurut konsensus para ekonom, DSR yang sehat adalah 0-30 persen.
Editor : Bayu Probo
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...