APTI: Regulasi Pemerintah Rugikan Petani Tembakau
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komnas HAM menggelar acara dialog dengan ratusan petani tembakau dengan tajuk 'Dialog Sambung Rasa Komnas HAM dan Petani Tembakau' yang dilangsungkan di sentra penghasil tembakau Desa Presa, Kecamatan Batu Kliyang, Lombok Tengah, NTB, Rabu, (15/10). Pada kesempatan itu, Aliansi Petani Tembakau (APTI) mengeluhkan regulasi pemerintah yang merugikan petani tembakau.
Dalam kesempatan ini Pimpinan Komnas HAM Siti Noor Laila juga berkesempatan mengunjungi sentra pertembakuan di Lombok. Dalam kunjungan itu Komnas HAM menggelar pertemuan dengan Bupati seluruh Lombok yaitu Bupati Lombok Tengah, Bupati Lombok Timur, Bupati Lombok Utara, dan Bupati Lombok Barat.
Menurut Komnas HAM kunjungan ini merupakan agenda penting sebagai respons dan tindak lanjut atas pengaduan perwakilan petani tembakau pada hari HAM 10 Desember 2013, agar mereka memperoleh perlindungan hak karena merasa kelangsungan hidupnya terancam oleh berbagai regulasi pemerintah dalam pengendalian tembakau.
"Berbagai pemangku kepentingan di sektor pertembakuan, khususnya petani, sebelumnya megeluhkan mengenai rencana pemerintah melakukan aksesi FCTC (framework convention on tobacco control) karena dianggap akan berdampak buruk bagi hak hidup warga dan berpotensi mengabaikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob)," katanya dalam keterangan tertulis pada satuharapan.com, di Jakarta, Jumat (17/10).
Komnas HAM berkomitmen bahwa kita tidak bisa menegakan dan memajukan hak-hak tertentu, misal hak kesehatan publik, dengan mengabaikan apalagi mengorbankan hak fundamental seperti hak ekonomi, sosial dan budaya dari masyarakat tertentu.
“Sejauh mana dampak terhadap petani khususnya adanya indikasi pelanggaran hak sehingga upaya perlindungan dan pemenuhan hak ekosob menjadi hilang akan kita kaji dan dalami, salah satu pintu masuknya adalah melalui dialog dan turun langsung ke lapangan ini," katanya.
Sementara itu, Sahminudin Ketua Aliansi Petani Tembakau (APTI) mengatakan di Provinsi NTB merupakan salah satu penghasil tembakau nasional, dengan tota areal lahan seluas 59 ribu hektar dan produksi rata-rata 35-55 ribu ton per tahun. Dari postur itu sebanyak 250 ribu petani yang menggantungkan hidup dari menanam tembakau.
Jumlah itu selalu menyusut setiap tahun akibat regulasi pemerintah yang tidak menguntungkan petani karena doktrin pengendalian dampak kesehatan. Sementara lahan di Lombok yang sangat tandus dan kering tidak memungkinkan ditanam komoditas pertanian lain, apalagi bila dikaitkan dengan nilai tambah ekonomi, tidak ada komoditas partanian lain yang mempunyai nilai tambah ekonomi tinggi menyamai tembakau.
"Kami berharap Komnas HAM dapat melihat secara langsung bagaimana masyarakat di Lombok ini bahwa tembakau telah menjadi satu kesatuan ekonomi, sosial dan budaya dengan masyarakat, sehingga berbagai upaya memisahkan masyarakat dengan tempat bergantung hidupnya yaitu tembakau ini menjadi bagian dari masalah hak asasi," katanya.
Dengan hal ini pemerintah daerah berharap Komnas HAM dapat menggunakan segala kewenangannya untuk membantu petani tembakau dalam upaya menghadapi dampak yang akan ditimbulkan bila aksesi FCTC dilakukan.
Untuk itu, Komnas HAM sangat penting membantu menyuarakan petani tembakau agar jangan sampai pemerintahan baru nanti melakukan aksesi FCTC untuk menghindari hilangnya hak-hak dasar petani, dibidang ekosob.
“Kehadiran Komnas HAM ini diharapkan dapat memberi masukan yang sebenarnya agar Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi atau sikap lembaga mengenai aksesi FCTC dalam sudut pandang dan dimensi hak asasi manusia, khususnya dampak yang diakibatkan dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertembakauan, khususnya petani," katanya. (PR)
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...