AS dan Albania Akan Ajukan Resolusi Kutuk Referendum Rusia di DK PBB
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat akan mengajukan resolusi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mengutuk referendum yang diadakan oleh Rusia di wilayah pendudukan di Ukraina, kata Duta Besar AS untuk PBB mengatakan pada hari Selasa (27/9).
Resolusi itu, yang akan diajukan bersama dengan Albania, akan meminta negara-negara anggota untuk tidak mengakui perubahan status Ukraina dan juga mewajibkan Rusia untuk menarik pasukannya, kata utusan AS, Linda Thomas-Greenfield.
“Referendum palsu Rusia, jika diterima, akan membuka kotak pandora yang tidak bisa kita tutup,” katanya pada pertemuan dewan.
Amerika Serikat sedang mengerjakan resolusi itu dengan cepat, kata seorang pejabat AS, tanpa memberikan rincian kapan itu akan diajukan secara resmi. Misi Rusia untuk PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Rusia memiliki kemampuan untuk memveto sebuah resolusi, tetapi Thomas-Greenfield mengatakan: “Jika Rusia memilih untuk melindungi diri dari akuntabilitas di sini di Dewan, kami kemudian akan meminta Majelis Umum PBB untuk mengirim pesan yang jelas ke Moskow.”
Dewan, yang telah bertemu lebih dari 20 kali tentang Ukraina tahun ini, tidak dapat mengambil tindakan yang berarti, karena Rusia adalah anggota tetap pemegang hak veto bersama dengan Amerika Serikat, Prancis, Inggris dan China.
Pejabat Rusia di empat wilayah yang diduduki Ukraina melaporkan mayoritas besar pada hari Selasa (27) mendukung menjadi bagian dari Rusia setelah lima hari pemungutan suara.
Ukraina mendesak Uni Eropa untuk menjatuhkan sanksi hukuman baru terhadap Rusia sebagai tanggapan atas pemungutan suara, yang dikatakan dilakukan dengan todongan senjata dalam banyak kasus.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa hasilnya telah ditentukan sebelumnya saat ia menyerukan agar Rusia dikeluarkan dari semua organisasi internasional dan sanksi baru terhadap Moskow.
“Pengakuan Rusia atas referendum palsu ini sebagai hal yang normal, implementasi dari apa yang disebut skenario Krimea dan upaya lain untuk mencaplok wilayah Ukraina akan berarti bahwa tidak ada yang perlu dibicarakan dengan presiden Rusia,” kata Zelenskyy dalam sambutan virtual.
Rusia mencaplok semenanjung Ukraina selatan Krimea pada tahun 2014. Rusia memprotes pada awal pertemuan bahwa Zelenskyy tidak boleh berbicara melalui tautan video, mengutip aturan PBB. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...