Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:50 WIB | Jumat, 29 November 2024

AS Desak Ukraina Rekrut Pemuda 18 Tahun Agar Memiliki Cukup Pasukan Melawan Rusia

Rekan prajurit membawa peti jenazah aktor utama teater musik dan drama, Petro Velykiy, 48 tahun, yang tewas dalam pertempuran dengan pasukan Rusia di wilayah Kursk Rusia, selama upacara perpisahan di Chernyhiv, Ukraina, Rabu, 27 November 2024. (Foto; AP/Dan Bashakov)

WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Pemerintahan Presiden Joe Biden mendesak Ukraina untuk segera meningkatkan jumlah militernya dengan merekrut lebih banyak pasukan dan merombak undang-undang mobilisasi untuk memungkinkan wajib militer bagi mereka yang berusia 18 tahun.

Seorang pejabat senior pemerintahan Biden, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas konsultasi pribadi, mengatakan pada hari Rabu (27/11) bahwa pemerintahan Demokrat yang akan berakhir ingin Ukraina menurunkan usia mobilisasi menjadi 18 tahun dari usia saat ini 25 tahun untuk memperluas jumlah pria usia siap tempur yang tersedia untuk membantu Ukraina yang kalah jumlah dalam perangnya yang hampir tiga tahun dengan Rusia.

Pejabat itu mengatakan "matematika murni" dari situasi Ukraina sekarang adalah bahwa mereka membutuhkan lebih banyak pasukan dalam pertempuran. Saat ini Ukraina tidak memobilisasi atau melatih cukup banyak tentara untuk menggantikan kerugiannya di medan perang sambil mengimbangi pertumbuhan militer Rusia, pejabat itu menambahkan.

Gedung Putih telah menggelontorkan lebih dari US$56 miliar dalam bentuk bantuan keamanan ke Ukraina sejak dimulainya invasi Rusia pada Februari 2022 dan berharap untuk mengirim miliaran lagi ke Kiev sebelum Biden meninggalkan jabatannya dalam waktu kurang dari beberapa bulan.

Namun dengan waktu yang hampir habis, Gedung Putih Biden juga mempertajam sudut pandangnya bahwa Ukraina memiliki persenjataan yang dibutuhkannya dan sekarang harus secara dramatis meningkatkan jumlah pasukannya jika ingin tetap berperang dengan Rusia.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Sean Savett, dalam sebuah pernyataan mengatakan pemerintah akan terus mengirim persenjataan ke Ukraina tetapi percaya bahwa "tenaga manusia adalah kebutuhan paling vital" yang dimiliki Ukraina saat ini.

"Jadi, kami juga siap untuk meningkatkan kapasitas pelatihan kami jika mereka mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melengkapi jajaran mereka," kata Savett.

Ukraina mengatakan mereka membutuhkan sekitar 160.000 pasukan tambahan untuk memenuhi kebutuhan di medan perang, tetapi pemerintah AS yakin mereka mungkin akan membutuhkan lebih dari itu.

Lebih dari satu juta warga Ukraina kini berseragam, termasuk Garda Nasional dan unit-unit lainnya.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, juga telah mendengar kekhawatiran dari sekutu-sekutu di ibu kota Barat lainnya bahwa Ukraina memiliki masalah di tingkat pasukan dan bukan masalah persenjataan, menurut pejabat Eropa yang meminta anonimitas untuk membahas percakapan diplomatik yang sensitif tersebut.

Sekutu-sekutu Eropa telah menekankan bahwa kurangnya kedalaman berarti bahwa Ukraina mungkin akan segera tidak dapat melanjutkan operasi di wilayah perbatasan Kursk Rusia. Situasi di Kursk menjadi semakin rumit dengan kedatangan ribuan tentara Korea Utara, yang datang untuk membantu Moskow mencoba merebut kembali tanah yang direbut dalam serangan Ukraina tahun ini.

Dorongan yang lebih besar bagi Ukraina untuk memperkuat barisan tempurnya muncul saat Ukraina bersiap menyambut Presiden terpilih Donald Trump yang akan menjabat pada 20 Januari. Republikan itu mengatakan ia akan segera mengakhiri perang dan telah meningkatkan ketidakpastian tentang apakah pemerintahannya akan melanjutkan dukungan militer AS yang vital bagi Ukraina.

"Tidak ada jawaban mudah untuk kekurangan tenaga kerja yang serius di Ukraina, tetapi menurunkan usia wajib militer akan membantu," kata Bradley Bowman, direktur senior Pusat Kekuatan Militer dan Politik di Yayasan Pertahanan Demokrasi. "Ini jelas merupakan keputusan yang sulit bagi pemerintah dan masyarakat yang telah mengalami begitu banyak hal karena invasi Rusia."

Ukraina telah mengambil langkah-langkah untuk memperluas jumlah pria yang memenuhi syarat wajib militer, tetapi upaya tersebut hanya menyentuh permukaan terhadap militer Rusia yang jauh lebih besar.

Pada bulan April, parlemen Ukraina mengesahkan serangkaian undang-undang, termasuk satu undang-undang yang menurunkan usia wajib militer bagi pria dari 27 menjadi 25 tahun, yang bertujuan untuk memperluas jangkauan pria yang dapat dipanggil untuk bergabung dalam perang yang melelahkan.

Undang-undang tersebut juga menghapus beberapa pengecualian wajib militer dan membuat pendaftaran daring untuk para rekrutan. Mereka diharapkan menambah sekitar 50.000 tentara, jauh dari yang dibutuhkan Zelenskyy saat itu.

Zelenskyy secara konsisten menyatakan bahwa ia tidak punya rencana untuk menurunkan usia mobilisasi. Seorang pejabat senior Ukraina, yang tidak berwenang berkomentar di depan umum dan berbicara dengan syarat anonim, mengatakan Ukraina tidak memiliki cukup peralatan untuk menyamai skala upaya mobilisasi yang sedang berlangsung.

Pejabat tersebut mengatakan pejabat Ukraina melihat dorongan untuk menurunkan usia wajib militer sebagai bagian dari upaya beberapa mitra Barat untuk mengalihkan perhatian dari keterlambatan mereka sendiri dalam menyediakan peralatan atau keputusan yang terlambat. Pejabat tersebut mengutip sebagai contoh keterlambatan dalam memberikan izin kepada Ukraina untuk menggunakan senjata jarak jauh untuk menyerang lebih dalam ke wilayah Rusia.

Ukraina tidak melihat penurunan usia wajib militer untuk merekrut lebih banyak tentara sebagai penggantimemanfaatkan keunggulan Rusia dalam peralatan dan persenjataan, kata pejabat itu.

Wajib militer telah menjadi masalah sensitif di Ukraina selama perang. Masalah Rusia sendiri dengan jumlah pasukan yang memadai dan perencanaan di awal perang mencegah Moskow memanfaatkan sepenuhnya keunggulannya. Namun, keadaan telah berubah dan AS mengatakan kekurangan Ukraina tidak dapat lagi diabaikan.

Beberapa warga Ukraina telah menyatakan kekhawatiran bahwa menurunkan usia wajib militer minimum dan mengeluarkan lebih banyak orang dewasa muda dari angkatan kerja dapat menjadi bumerang dengan semakin merusak ekonomi yang dilanda perang.

Pejabat senior pemerintahan Biden menambahkan bahwa pemerintahan percaya bahwa Ukraina juga dapat mengoptimalkan kekuatannya saat ini dengan lebih agresif menangani tentara yang membelot atau pergi tanpa izin. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home