AS Masukkan Daftar Hitam Dua Konglometar Myanmar
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat akan menjatuhkan sanksi pada dua konglomerat yang dikendalikan oleh militer Myanmar atas kudeta 1 Februari dan tindakan keras yang mematikan, kata dua sumber yang mengetahui masalah tersebut pada hari Rabu (24/3).
Langkah Departemen Keuangan AS untuk memasukkan Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanma Economic Holdings Ltd (MEHL) dalam daftar hitam dan membekukan aset yang mereka miliki di AS dapat dilakukan paling cepat hari Kamis, kata sumber.
Menanggapi permintaan komentar, manajer umum MEHL, Hla Myo, mengatakan dalam email kepada Reuters: "Perusahaan pada dasarnya berfokus pada bisnis dan tidak memiliki tanggapan segera untuk saat ini." Sementara MEC tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Para jenderal Myanmar melakukan kudeta pada hari pertama parlemen harus bersidang pada 1 Februari, menahan para pemimpin sipil termasuk peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, yang partainya memenangkan pemilihan pada bulan November. Pihak militer mengklaim ada kecurangan pemilih tetapi pengamat mengatakan tidak ada penyimpangan yang signifikan.
Kudeta tersebut memicu pemberontakan rakyat yang meluas, dan pasukan keamanan menanggapi dengan kekerasan, menewaskan sedikitnya 275 orang.
Presiden AS, Joe Biden, mengeluarkan perintah eksekutif pada 11 Februari yang membuka jalan bagi sanksi baru terhadap militer Myanmar dan kepentingannya. Perintah tersebut membekukan cadangan sekitar US$ satu miliar yang dipegang bank sentral Myanmar di New York Fed, yang dicoba untuk ditarik oleh junta setelah merebut kekuasaan.
AS dan Inggris, serta Uni Eropa dan Kanada, telah menjatuhkan beberapa sanksi terhadap jenderal Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi, Min Aung Hlaing, dan anak dewasanya.
Selain tiga perusahaan batu permata yang terkena sanksi AS pada Februari, dan Departemen Perdagangan AS mengekspor daftar hitam terhadap konglomerat, sanksi tersebut hingga kini tidak menargetkan kepentingan bisnis militer.
Militer mengendalikan sebagian besar ekonomi Myanmar melalui perusahaan induk dan anak perusahaan mereka, dengan bisnis mulai dari bir dan rokok hingga telekomunikasi, ban, pertambangan, dan real estat.
Para aktivis telah menyerukan sanksi untuk membuat militer kehilanganpendapatan, dan ingin pemerintah melangkah lebih jauh dan menekan proyek minyak dan gas yang merupakan sumber pendapatan utama bagi Myanmar. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...