Atlet Harus Bersikap Olahragawan Sejak Dini agar Tak Tergiur Doping
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam rangka mewujudkan olahraga prestasi, satu hal yang menjadi kekurangan Indonesia saat ini adalah apabila hendak mencetak atlet yang berorientasi prestasi maka sejak usia dini seorang anak harus diajarkan bersikap dan melakukan gerakan yang seharusnya dilakukan olahragawan di cabang yang disenangi anak-anak yang masih duduk di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).
Dikhawatirkan bila saat dewasa seorang atlet atau calon atlet tidak terbiasa melakukan gerakan seperti seorang olahragawan, maka dia akan mengambil jalan pintas atau doping.
“Sebenarnya permasalahan olahraga itu sejak anak usia PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini, Red) sampai dengan SD (Sekolah Dasar, Red) kelas 3 gerak dasar dalam olahraga itu harus menunjukkan sikap yang benar dalam berolahraga,” kata Kepala Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Kesehatan Olahraga Nasional Kementerian Pemuda dan Olahraga (PP ITKON Kemenpora), dr. Fatimah Sp KO. kepada satuharapan.com, setelah dia mengikuti upacara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-44 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), hari Senin (30/11), di Gedung PP-ITKON Kemenpora, Lantai 1, Jl. Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta.
“Sehingga gerak organ organ tubuh itu terbentuk dengan baik dan benar sehingga kalau dia menjadi calon atlet, sehingga tidak ada lagi masalah dengan ketahanan tubuhnya, atau di saat dewasa si atlet atau calon atlet kesulitan dan dia akan mengambil jalan pintas untuk berprestasi, ya itu tadi dengan obat-obatan, terus dari zat-zat yang memacu dia,” Fatimah menambahkan.
Fatimah memberi contoh apabila ada seorang atlet yang melakukan sikap lari (cabang atletik) dengan sikap yang benar sejak kecil–yakni dengan tangan terbuka dan terayun–maka lama-kelamaan sesuai dengan perkembangan usianya nanti di saat dewasa atlet yang bersangkutan sudah tidak masalah lagi dalam mendalami olahraga tertentu.
“Karena kalau masih harus dilatih keras tapi nggak bisa-bisa dan dimarahin pelatihnya nanti atlet frustrasi malah larinya ke cara instan tadi,” dia menjelaskan.
Fatimah menyatakan banyak provinsi dan pengurus setiap cabang olahraga yang tergiur mencari atlet secara instan karena saat ini sulit mencari bibit-bibit unggul, dan harus melalui kompetisi yang diselenggarakan pemerintah. “Karena kalau pelajaran olahraga di sekolah sekarang anak-anak kesulitan untuk mengembangkan otot motorik mereka, jadi tidak mendapat gerak yang sebagaimana mestinya cabang olahraga yang disenangi anak itu,” kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...