Atlet Kontingen Pengungsi Ajarkan Karunia Tuhan
SATUHARAPAN.COM – Konsultan spiritual, Whitney Hopler menjelaskan kehadiran atlet kontingen pengungsi di Olimpiade 2016 mengajarkan besarnya kuasa Tuhan Yesus Kristus bagi umat manusia.
Hopler berpengalaman bertahun-tahun menulis tentang menjaga kesehatan dalam tubuh, pikiran, dan jiwa.
Menurut situs berita Kristiani, christianheadlines.com, hari Minggu (7/8) dia memberi contoh beberapa atlet di kontingen pengungsi antara lain perenang putri asal Suriah, Yusra Mardini yang beberapa waktu lalu menyatakan kesiapannya berlomba di Olimpiade 2016.
Yusra Mardini saat melakukan konferensi pers kepada media beberapa bulan lalu menjelaskan dia harus berenang saat kapal yang dia tumpangi bersama beberapa pengungsi lain di Laut Tengah mengalami mogok dan tenggelam di perbatasan Turki dan Yunani, sehingga Mardini harus berenang hingga mencapai daratan.
Saat masih di Suriah, Mardini dan saudarinya, Sarah sudah giat berlatih renang, karena bagi dia renang adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidupnya.
Sementara itu atlet pengungsi lain yakni pelari putra dari Sudan Selatan, James Nyang Chiengjiek pernah menceritakan pengalaman tragis saat hampir saja menjadi sasaran kekerasan tentara Sudan.
Nyang Chiengjiek yang mengaku memiliki bakat alam dalam atletik, tidak ingin terus-menerus terbelenggu dalam kesedihan dan menggunakan keterampilan atletik untuk berlari jauh dan sukses melarikan diri hingga ke Kenya. Di negara tersebut, James memiliki pelatih yang akan membimbingnya ke kontingen pengungsi di Olimpiade 2016.
Menurut Whitney Hopler, sosok seperti Yusra Mardini dan Nyang Chiengjiek merupakan sosok yang memiliki tekanan psikologis karena harus meninggalkan negara asal mereka saat melarikan diri dari tempat tinggal mereka yang saat ini sedang perang atau mengalami kemiskinan.
Hopler mengatakan biasanya atlet mewakili negara asal di Olimpiade, namun atlet di kontingen pengungsi harus berjuang ekstra karena atlet tersebut harus dapat melepaskan diri dari tekanan yang menekan pengungsi.
“Mereka berduka kehilangan rumah dan orang yang dicintai. Mereka menghadapi tantangan serius berusaha untuk membangun kehidupan baru di komunitas baru mereka,” kata Hopler.
“Tuhan sangat peduli pengungsi,” dia menambahkan.
Hopler memberi contoh Yesus Kristus peduli kepada pengungsi karena dia pernah memberi contoh melakukan kegiatan tersebut bersama Yusuf dan Maria seperti tertuang dalam Matius 2:13-23. Yesus yang saat itu masih bayi mengungsi bersama dengan Yusuf dan Maria.
Menurut Hopler ada beberapa hal penting yang dapat diambil hikmah dari kisah pengungsian Yesus dari perikop tersebut dan juga dari atlet kontingen pengungsi. Kisah ini akan memberi inspirasi bagi banyak umat Kristiani.
Poin penting pertama, menurut Hopler, yakni Tuhan Yesus akan menyambut pengungsi dengan tangan terbuka, selama pengungsi mau bersikap terbuka.
Menurut Hopler pengungsi yang kehilangan rumah menyadarkan umat Kristiani bahwa selama hidup di dunia hanya sementara.
“Rumah sejati kita adalah di dalam sorga, dengan Allah seperti yang diberitakan dalam (perikop Alkitab, Red) Filipi 3:20,” kata dia.
Selain itu ayat yang menguatkan argumen Hopler yakni terdapat dalam Yohanes 14:2, dalam kutipan tersebut Yesus menggambarkan surga sebagai rumah Bapa sebagai rumah yang memiliki banyak kamar yang diperuntukkan bagi orang percaya.
Hopler menjelaskan poin penting kedua, dengan berpijak kepada perikop Matius 2:13-23 tentang Tuhan Yesus yang mengungsi bersama Yusuf dan Maria menjelaskan Tuhan Yesus menganggap pengungsi di seluruh dunia sebagai sebuah keluarga.
“Bila ditarik persamaan ke atlet kontingen pengungsi, IOC (Komite Olimpiade Internasional, Red) bertindak seperti keluarga angkat bagi para pengungsi, yang menyediakan sumber daya yang mereka butuhkan di Olimpiade dan selama beberapa tahun sesudahnya dalam komunitas baru mereka di seluruh dunia,” kata dia.
Hopler menjelaskan poin penting lainnya yakni Tuhan memberi perhatian kepada manusia yang disimbolkan lewat kontingen pengungsi. Ia menambahkan Tuhan menuntun umatnya melalui jalan yang tidak pasti, namun akan memperoleh masa depan yang baik.
“Pengungsi mengingatkan kita pada fakta siapa pun dapat mengalami kerugian setiap saat di dunia kita mengalami kegagalan atau musibah,” kata dia.
Dia menambahkan meski kehidupan pengungsi dipenuhi dengan krisis ketidakpastian, namun pengungsi adalah yang paling menyadari hal itu.
Dia menambahkan kontingen pengungsi mengajarkan umat Kristiani untuk senantiasa siap melalui perubahan dalam hidup, apabila harus pindah ke komunitas baru.
“Seringkali, kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada kita. Tapi di tengah-tengah situasi yang tidak pasti, kita bisa yakin bahwa Tuhan akan memimpin kita melalui situasi yang berbeda,” kata dia.
Hopler mengingatkan dalam kutipan Yeremia 29:11 yang menyebut Tuhan menjanjikan memberi kesejahteraan di masa depan kepada siapa saja yang bergantung kepada Tuhan, termasuk dengan kelompok pengungsi.
Lewat Olimpiade, Hopler menambahkan, kontingen pengungsi adalah orang-orang yang memiliki bakat ekstra dan diberi kesempatan untuk membantu orang lain.
Menurut Hopler atlet dari kontingen pengungsi memiliki talenta berbeda-beda seperti tertuang dalam Roma 12:6. “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.”
Setiap individu, termasuk pengungsi, kata Hopler merupakan bakat yang dapat disumbangkan pengungsi kepada dunia dan Tuhan.
Daftar atlet yang berasal dari negara pengungsi antara lain, perenang putra Suriah, Rami Anis (25 tahun), judoka putri asal Republik Demokratik Kongo, Yolande Mabika (28 tahun), pelari putra Sudan jarak 1.500 meter Paulo Amotun Lokoro (24 tahun), perenang putri gaya bebas 200 meter asal Suriah, Yusra Mardini (18 tahun).
Kemudian ada pelari putra jarak 800 meter asal Sudan Selatan, Yiech Pur Biel ( 21 tahun), pelari putra 800 meter asal Sudan Selatan, Rose Nathike Lokonyen (23 tahun), pejudo putra Republik Demokratik Kongo, Popole Misenga (24 tahun), pelari marathon asal Etiopia, Yonas Kinde (36 tahun), pelari putri jarak 1.500 meter asal Sudan Selatan, Anjelina Nadai Lohalith (21 tahun), pelari putra 800 meter asal Sudan Selatan, James Nyang Chiengjiek (28 tahun).
(christianheadlines.com)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...