Aung San Suu Kyi Jalani Sidang Terakhir Genosida
DEN HAAG, SATUHARAPAN.COM - Penerima Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi kembali ke Mahkamah Internasional pada Kamis (12/12) untuk membela Myanmar melawan tuduhan bahwa negara tersebut melakukan genosida terhadap minoritas muslim Rohingya.
Gambia, yang mengajukan tuntutan ke pengadilan tinggi PBB di bawah Konvensi Genosida 1948, meminta hakim agar "memerintahkan langkah sementara" yang akan menjadi semacam perintah penahanan militer Myanmar hingga kasus tersebut diadili secara penuh.
Pada persidangan Kamis, masing-masing pihak akan memiliki kesempatan untuk melawan argumen dari pihak lainnya selama dua hari terakhir, dimulai dengan Gambia, negara kecil di Afrika barat yang didukung oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Tim hukum Gambia pada Selasa (10/12) membeberkan kesaksian grafis dari ekses berdarah yang diduga dilakukan militer Myanmar sejak 2016. Akibat tindakan militer itu, lebih dari 730.000 Rohingya terpaksa menyeberangi perbatasan dari Negara Bagian Rakhine ke negara tetangga, Bangladesh. Penyelidik PBB memperkirakan 10.000 orang kemungkinan tewas.
Suu Kyi pada Rabu (11/12) berargumen bahwa mahkamah itu, yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, seharusnya tidak memiliki yuridiksi. Ia mengatakan bahkan jika terjadi pelanggaran hukum kemanusiaan selama, apa yang ia gambarkan, sebagai "konflik internal", pelanggaran itu tidak masuk ke tingkat genosida dan tidak dicakup dalam Konvensi tersebut.
Gambia, yang dipimpin oleh Menteri Kehakiman Abubacarr Tambadou, diperkirakan akan berargumen pada Kamis bahwa tindakan Myanmar dapat memenuhi definisi genosida, sebab serangan terhadap Rohingya merupakan bagian dari rencana pembersihan etnis yang terkoordinasi.
Suu Kyi beserta tim hukumnya diberi waktu beberapa jam untuk merumuskan pernyataan akhir dan bantahan pada Kamis. Pengadilan belum menetapkan tanggal untuk keputusan langkah sementara, namun bisa terjadi pada Januari.
Setelah keputusan langkah sementara, proses dapat berlanjut ke kasus penuh yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Pendukung Suu Kyi dari mayoritas penganut Buddha Myanmar diprediksikan menggelar aksi di salah satu taman di Yangon, tempat persidangan ditampilkan melalui layar lebar.
Suu Kyi menyampaikan kasus Myanmar "dengan sangat rinci dan tepatnya mengenai isu Rakhine yang rumit," kata juru bicara Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, Myo Nyunt, kepada Reuters via telepon.
Muslim Rohingya di kamp Cox's Bazar berdoa agar gugatan tersebut menang.
"Aung San Suu Kyi pembohong besar...Kami benci dia," kata Hasmat Ali, 41 tahun, yang melarikan diri ke Bangladesh setelah penindasan Agustus 2017. "Dia..dan para komandan militer harus dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan keji yang mereka lakukan terhadap Rohingya." (Reuters)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...