Autis: Akhir Hidup?
Mereka adalah difabel, orang-orang yang memiliki kemampuan berbeda.
SATUHARAPAN.COM – Apa yang muncul di pikiran Anda ketika mendengar kata autis? Apakah identik dengan idiot? Apakah mereka memang tidak bisa melakukan apa-apa? Jika Anda berpikir demikian, Anda salah.
Di kampus saya ada seorang mahasiswa penyandang autis. Namanya Briant. Para mahasiswa yang bertemu dengannya pasti akan langsung tahu bahwa dia memang penyandang autis. Yang menarik, ini juga yang membuat saya kagum, Briant sungguh memahami keberadaannya. Tetapi, kelihatannya dia tidak menganggap keautisannya sebagai hambatan besar dalam menggapai cita-citanya. Selama berteman dengannya saya tak pernah mendengarkan kata-kata penyesalan dari mulutnya. Sebaliknya, saya senantiasa melihat semangatnya untuk berkembang menjadi lebih baik.
Dari seorang dosen, saya mendengar bahwa Briant ternyata sangat hebat dalam bidang matematika dan elektro. Itu terbukti dari hasil ujian-ujian yang diraihnya, bahkan lebih bagus dari mahasiswa normal. Keautisan Briant ternyata tidak menjadi beban baginya—tidak membuatnya berhenti berjuang—tetapi menjadi motivasi diri untuk terus berkembang dan memberi dampak baik bagi orang lain. Autis bukan akhir hidup.
Itu berarti, janganlah kita buru-buru menghakimi para penyadang autis. Janganlah kita memandang mereka hanya dari satu sisi—keautisannya! Mereka punya kerterbatasan, itu benar. Tetapi, mereka punya kemampuan. Mereka adalah difabel—orang-orang yang memiliki kemampuan berbeda.
Jangan pula kita patahkan semangat mereka! Sebab jika mereka mau berusaha, dengan perkenan Yang Mahakuasa, mereka dapat menjadi seperti yang mereka inginkan!
Editor: ymindrasmoro
Email: inpirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...