Bahasa Indonesia: Fakta Keragaman Kita
SATUHARAPAN.COM - Buku bertajuk Loan-Words in Indonesian and Malay (YOI, 2008) cukup menyentak saya: bahasa Indonesia meminjam sekitar 20.000 bahasa mancanegara! Buku setebal 360 halaman ini merupakan etimologi 20.000 kata Indonesia yang dipinjam dari bahasa Sansekerta, Arab, Persia, Tiongkok, Belanda dan Inggris.
Bayangkan, betapa banyak bahasa Indonesia meminjam (baca: menyerap!) bahasa-bahasa dunia. Sebenarnya Remy Sylado pernah mengatakan ini secara gamblang lewat tajuk bukunya, 9 dari 10 Kata Indonesia adalah Asing (KPG, 2006). Namun fakta kata-kata yang dipinjam baru ditunjukkan oleh buku Loan-Words in Indonesian and Malay tersebut. Mengingat dunia kini semakin terhubung oleh internet, tentu masih banyak lagi kata asing pinjaman yang belum terekam dalam buku itu. Belum terhitung bahasa-bahasa etnis yang juga diserap menjadi bahasa Indonesia.
Menengok Sejarah
Kata-kata pinjaman tersebut sebenarnya berbicara banyak tentang pluralitas kita sebagai satu bangsa. Fakta ini bahkan diperkuat oleh catatan historis, bahwa bahasa Melayu sebagai fondasi bahasa Indonesia dikembangkan dan disebarkan ke seluruh Nusantara oleh berbagai tangan dan (suka atau tidak) juga oleh Belanda.
Memang, sejak Kerajaan Sriwijaya bahasa Melayu sudah umum dipakai sebagai lingua franca di kepulauan Indonesia maupun di semenanjung Malaka bahkan sampai ke Filipina. Tetapi sejarah juga mencatat, persebaran bahasa Melayu sebagai lingua franca berkait-erat dengan sejarah penerjemahan (bagian-bagian) Alkitab ke dalam Melayu di tanah air. Penerbitan Alkitab itu disertai revisi bahasa dan penelitian yang intensif. Pencetakannya dilakukan di Belanda karena mesin-mesin cetak belum tersedia di tanah air, pun teknisi yang mampu mengoperasikannya. Tatkala seluruh Alkitab berhasil diterjemahkan ke dalam Melayu, revisi terhadap penerjemahan terus-menerus dilakukan.
Catatan singkat berikut kiranya dapat memberi gambaran perjalanan penerjemahan Alkitab: Tahun 1612 adalah tonggak pertama penerjemahan Injil Matius ke dalam Melayu oleh Albert Corneliusz Ruyl. Pada 1629 terjemahan ini dicetak oleh Jan Jacobiz Palenstein di Enkhuizen, Belanda, dalam dwibahasa. Pada bagian akhir dimuat juga Sepuluh Perintah Allah, Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, dan lain-lain. Tahun 1638, Injil Markus diterjemahkan ke dalam Melayu dan diterbitkan bersama Injil Matius, juga dalam dwi-bahasa Melayu dan Belanda.
Jan van Hasel, seorang pegawai VOC, menerjemahkan Lukas dan Yohanes, sementara Justus Heurnius, seorang pendeta di Batavia, menerjemahkan Kisah Rasul. Heurnius kemudian merevisi terjemahan Ruyl, lalu keempat kitab Injil digabung dan dicetak di Amsterdam tahun 1651. Jan van Hasel dan Justus Heurnius juga menerjemahkan kitab Mazmur dan diterbitkan tahun 1652.
Kitab Kejadian diterjemahkan oleh Daniel Brouwerius tahun 1662, dilanjutkan penerjemahan seluruh Perjanjian Baru pada 1658. Perjanjian Baru terjemahan Brouwerius banyak memakai kata-kata Portugis sehingga sulit dipahami. Pdt. Melchior Leijdecker kemudian mengalihbahasakan Alkitab ke dalam Melayu pada 1733 dan dicetak di Amsterdam. Tahun 1879 Klinkert selesai menerjemahkan Alkitab dalam Melayu dan diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Belanda. Terjemahan Klinkert lebih disukai ketimbang Leijdecker (LAI, Menabur Firman Di Nusantara).
Mesin cetak didatangkan dari Belanda tahun 1624 ke Indonesia, tapi tak langsung bisa beroperasi karena ketiadaan teknisi yang terampil. Gereja meminta pemerintah Belanda untuk mengirimkan teknisi, dan tahun 1639 barulah terbit cetakan yang pertama namun tak terkait dengan bacaan gerejawi. Pada 1743 berdiri percetakan pertama milik komunitas gereja, yakni Seminarium Theologicum. Ada catatan bahwa percetakan ini menerbitkan Perjanjian Baru dan Buku Doa dalam bahasa Melayu. Pada 1819 percetakan juga tiba di Maluku, milik misonaris Joseph Kam.
Selanjutnya sejarah pers Indonesia mencatat, media Kristen merupakan bagian dari pers awal Indonesia. Biang-Lala (1867) dan Tjahaja Sijang (1868/1869) tercatat sebagai media Kristen yang pertama kali terbit dalam bahasa Melayu. Pada periode ini hampir semua surat kabar yang terbit di tanah air dimiliki oleh Belanda. Bataviasche Nouvelles, surat kabar berbahasa Belanda, adalah koran modern pertama yang terbit di Hindia Belanda (baca: Indonesia), terbit 7 Agustus 1744 di Batavia. Sedangkan surat kabar pertama berbahasa Melayu bernama Slompret Melaijoe, diterbitkan tahun 1860 oleh H.C. Klinkert di Semarang (A History of Christianity in Indonesia, 2008).
Mestinya Berkorelasi
Catatan historis singkat di atas adalah bagian dari narasi besar sejarah bangsa Indonesia, bahwa menjadi Indonesia melalui bahasa berutang budi kepada banyak tangan dan budaya termasuk pihak Belanda. Yang disebut bahasa Indonesia sendiri meminjam lebih 20.000 kata dari bahasa-bahasa dunia. Artinya, persebaran dan pengembangan bahasa Indonesia tidak dilakukan oleh satu pihak saja dan sumber-sumbernya juga plural bukan tunggal.
Kenyataan ini mestinya berkorelasi dengan pengakuan dan penghormatan terhadap pluralitas bangsa khususnya suku, agama, dan ras. Sayangnya, tidak demikian: fakta kebahasaan tak berkorelasi dengan meluas dan menguatnya sikap toleransi. Angka kekerasan berbasis agama dan penutupan rumah ibadah tetap tinggi. Setara Institute mencatat, periode Januari-Juni 2013 tercatat 122 pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan tersebar di 16 provinsi separuhnya di Jawa Barat (61) peristiwa, Jawa Timur (18) dan DKI Jakarta (10).
Persoalan bertambah karena perjuangan para pendahulu untuk menyempurnakan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang setara dengan bahasa-bahasa dunia tak berbuah rasa bangga khususnya di kalangan kaum muda kini. Mampu berbahasa Inggris lebih penting ketimbang bahasa Indonesia. The New York Times (As English Spreads, Indonesians Fear for Their Language, 25 Juli 2010) melaporkan bahwa para orang tua Indonesia lebih mengutamakan anak-anaknya menguasai bahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia.
Seorang pernah mengeluh, Saat berada di perkotaan, apalagi di kota-kota besar, serasa berada di luar negeri saking banyaknya kata dan nama asing di sekeliling. Padahal orang kerap mengingatkan, Bahasa menunjukkan bangsa! Cinta bahasa Indonesia adalah wujud dari cinta tanah air.**
Penulis adalah pemerhati bahasa, bekerja di YAKOMA-PGI
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...