Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 15:10 WIB | Kamis, 25 Juli 2024

Bangladesh: Internet Masih Terputus, Meskipun Keadaan Makin Tenang Setelah Kerusuhan Mematikan

Mahasiswa bentrok dengan polisi anti huru hara selama protes terhadap sistem kuota untuk pekerjaan pemerintah di Dhaka, Bangladesh, pada 18 Juli 2024. (Foto: AP)

DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Bangladesh tidak memiliki internet selama lima hari dan pemerintah mengumumkan hari libur umum pada hari Senin (22/7), karena pihak berwenang tetap melakukan kontrol ketat meskipun tampak tenang setelah perintah pengadilan yang mengurangi sistem kontroversial untuk mengalokasikan pekerjaan pemerintah yang memicu protes keras.

Hal ini terjadi setelah jam malam dengan perintah tembak di tempat diberlakukan beberapa hari sebelumnya dan personel militer terlihat berpatroli di ibu kota dan daerah lainnya.

Negara Asia Selatan itu menyaksikan bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa yang sebagian besar mahasiswa menuntut diakhirinya kuota yang menyediakan 30% pekerjaan pemerintah untuk keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1971. 

Kekerasan tersebut telah menewaskan lebih dari seratus orang, menurut sedikitnya empat surat kabar lokal. Pihak berwenang sejauh ini belum membagikan angka resmi kematian.

Tidak ada kekerasan langsung yang dilaporkan pada Senin pagi setelah Mahkamah Agung memerintahkan, sehari sebelumnya, kuota veteran dipotong menjadi 5%. Dengan demikian, 93% pekerjaan pegawai negeri akan berbasis prestasi, sementara 2% sisanya diperuntukkan bagi anggota etnis minoritas serta transgender dan penyandang disabilitas.

Pada hari Minggu (21/7) malam, beberapa mahasiswa yang berunjuk rasa mendesak pemerintah untuk memulihkan layanan internet. Hasnat Abdullah, koordinator Gerakan Mahasiswa Antidiskriminasi, mengatakan kepada Associated Pressbahwa mereka menarik kembali seruan mereka untuk penutupan total, yang telah mereka coba terapkan pekan lalu.

“Namun, kami mengeluarkan ultimatum selama 48 jam untuk menghentikan tindakan keras digital dan memulihkan konektivitas internet,” katanya, seraya menambahkan bahwa petugas keamanan yang ditempatkan di berbagai universitas harus ditarik, asrama mahasiswa dibuka kembali, dan langkah-langkah diambil agar mahasiswa dapat kembali ke kampus dengan aman. Abdullah juga mengatakan mereka ingin pemerintah mengakhiri jam malam dan memastikan negara kembali normal dalam waktu dua hari.

Mahasiswa juga menuntut beberapa pejabat universitas untuk mengundurkan diri setelah gagal melindungi kampus. Sarjis Alam, koordinator lain Gerakan Mahasiswa Antidiskriminasi, mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan protes mereka jika semua tuntutan mereka tidak dipenuhi. "Kita tidak bisa mundur dari gerakan kita seperti seorang pengecut," imbuhnya.

Penyelenggara utama protes mahasiswa lainnya, Nahid Islam, mengatakan kepada wartawan bahwa penutupan internet telah mengganggu kemampuan mereka untuk berkomunikasi dan menuduh bahwa pihak berwenang mencoba menciptakan perpecahan di antara para pengunjuk rasa. "Saya trauma secara mental ... persatuan kita sedang dihancurkan," katanya.

Kedutaan Besar Amerika Serikat di ibu kota Dhaka menggambarkan situasi pada hari Minggu sebagai "sangat tidak stabil" dan "tidak dapat diprediksi," seraya menambahkan bahwa senjata api, gas air mata, dan senjata lainnya telah digunakan di sekitar kedutaan. Mereka mengatakan tentara Bangladesh telah dikerahkan dan mendesak warga Amerika untuk waspada, menghindari kerumunan besar, dan mempertimbangkan kembali rencana perjalanan.

Protes tersebut telah menimbulkan tantangan paling serius bagi pemerintah Bangladesh sejak Perdana Menteri Sheikh Hasina memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut dalam pemilihan umum bulan Januari yang diboikot oleh kelompok oposisi utama. Universitas telah ditutup, internet telah dimatikan, dan pemerintah telah memerintahkan orang-orang untuk tinggal di rumah.

Para pengunjuk rasa berpendapat bahwa sistem kuota tersebut diskriminatif dan menguntungkan para pendukung Hasina, yang partainya, Liga Awami, memimpin gerakan kemerdekaan, dan menginginkannya diganti dengan sistem berbasis prestasi. Hasina telah membela sistem kuota tersebut, dengan mengatakan bahwa para veteran berhak mendapatkan penghormatan tertinggi tanpa memandang afiliasi politik.

Oposisi utama, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), telah mendukung protes tersebut, dan bersumpah untuk menyelenggarakan demonstrasi sendiri karena banyak pendukungnya bergabung dengan protes yang dipimpin mahasiswa.

Liga Awami dan BNP sering saling menuduh sebagai pihak yang memicu kekacauan dan kekerasan politik, yang terbaru menjelang pemilihan nasional negara tersebut, yang dirusak oleh tindakan keras terhadap beberapa tokoh oposisi. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home