Banjir di Ambon 8 Meninggal 5 Hilang
AMBON, SATUHARAPAN.COM – Hujan deras sejak Senin (29/7) malam hingga Selasa (30/7) siang telah menimbulkan banjir dan longsor di berbagai tempat di Ambon, Maluku. Pemukiman yang berada di bantaran sungai dan lereng perbukitan ikut terkena banjir dan longor di Galala, Batu Merah.
Banjir juga mengaliri lapangan Polres Kota, depan Masjid Alfatta, Jalan Diponegoro, Jalan Baru, Soa Bali, bahkan jalan di Kebon Cengkeh menuju asrama Brimob pun ikut terkena longsor. Sungai Moa-Moa meluap dan air menuju Negeri Lima meluap. Tahun lalu terjadi banjir bandang dan menghancurkan sejumlah rumah di kawasan ini.
Hujan deras dan banjir juga menghambat penerbangan. Sejumlah pesawat tujuan Ambon mengurungkan pendaratan dan berbelok ke Bandar udara Hassanuddin, Makasar. Hal ini dilakukan karena ada genangan di landasan pacu dan jarak pandang hanya sstu kilometer dan tidak memenuhi pendaratan yang aman.
Hal ini, antara lain dialami pesawat milik Lion Air penerbangan JT 0790 dari Jakarta ke Ambon, berangkat pukul 01.30 hari Selasa. Setelah mendarta di Makassar, beberapa jam kemudian bisa terbang ke Ambon, setelah cuaca membaik.
Data sementara dari Pusat data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir dan longsor tersebut menyebabkan delapan orang meninggal dunia dengan rincian dua orang di Ahuru, seorang di Galunggung, dua orang di Batu Gajah, seorang di Eri, dua orang ditemukan tanpa identitas di Tanah Tinggi.
Sebanyak lima orang hilang di antaranya satu orang di Ahuru, satu orang di Batu Gajah, tiga orang di Batu Meja dan 10 orang lainnya ditemukan dalam keadaan luka-luka. Banjir dan longsor tersebut menimbulkan kerugian secara material antara lain menghayutkan 8delapan rumah warga, satu rumah tertimbun dan sekitar 30 rumah warga rusak.
Saat ini personil BNPB dan Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, Basarnas, Palang Merah Indonesia (PMI), Satuan Kerja Perangkata Daerah (SKPD) dan masyarakat turut melakukan penanganan darurat terhadap bencana tersebut. Saat ini masih dilakukan pendataan terhadap kerugian akibat bencana tersebut.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, hujan yang terjadi di Maluku perlu di waspadai karena tipe hujan tersebut tipe lokal. Artinya, hujan di kawasan ini tidak dipengaruhi oleh angin Muson dari Australia dan Asia. Kawasan ini memiliki musim hujan sendiri yang berbeda dengan kebanyakan di wilayah Indonesia yang terjadi pada November sampai April.
Musim penghujan di Maluku dipengaruhi oleh temperatur permukaan air laut (sea surface temperature) diperairan Maluku. Saat ini temperatur permukaan air laut hanya mencapai dua derajat dari keadaan normalnya. Puncak hujan di Maluku terjadi pada bulan Juli sampai dengan Agustus.
Jadi sistem kalender bencana di Maluku dan Maluku Utara sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia.
Peretas Korut Curi Kripto Senilai 58 Miliar Won
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Korea Selatan mengkonfirmasi bahwa peretas Korea Utara (Korut) berada di ba...